Siap Ditempatkan Di Mana Saja

Posted on April 20th, 2012

MASIH ingat saat Anda diwawancarai sebelum bergabung dengan perusahaan? Salah satu pertanyaan yang mungkin ditanyakan, “Apakah Anda mobile, bersedia ditempatkan/dipindahkan di mana saja?”

Ini dalam konteks geografis maupun perubahan tugas. Dan dengan lantang dijawab, ”Saya bersedia.” Lantas, perjanjian kerja pun ditanda-tangani. Ini merupakan ikatan yang harus dipatuhi oleh para pihak, termasuk patuh dan bersedia untuk dipindahkan.

Mengelola manusia, tidak seperti mengelola barang di gudang. Sudah berapa kali dalam perjalanan kariermu, terdengar cerita tentang tawaran untuk pindah ke kota lain? Atau bahkan ke job lain yang dianggap lebih memadai?

Ada kisah yang ingin saya paparkan di sini, di mana penerapan secara harfiah aturan yang ada, bahkan bisa berdampak fatal.

Karyawan Daerah ke Kota

Daerah kerja ‘sales’ dibagi berdasarkan tingkat kontribusinya kepada pertumbuhan bisnis, sekaligus berat ringannya tantangan. Ini berarti, Jakarta akan menduduki peringkat tertinggi, karena itu ‘talent’ di bidang ini akan mendapatkan rapor tertinggi kalau berhasil di Jakarta.

Dengan logika seperti itu, seorang tenaga ‘sales’ yang bintangnya lagi cemerlang dipindahkan dari Denpasar ke Jakarta, demi mengakselerasi development-nya. Dari segi pekerjaan, dia dapat menyesuaikan diri dengan mudah.

Namun ada segi lain yang luput dari perhatian management: di Bali orang ini punya rumah besar dengan halaman luas, sekolah anaknya dekat rumah, akses ke kantor pun tidak sulit. Begitu sampai di Jakarta, apa yang terjadi?

Mobil dinas pasti dipakai oleh sang ayah yang harus berangkat sangat pagi ke tempat kerja yang jauh. Istri harus memikirkan sarana lain untuk mengantar anak ke sekolah. Mau balik dulu ke rumah hanya menghabiskan waktu di jalan dan ongkosnya pun jadi dobel.

Perbedaan proses belajar di Jakarta, anaknya perlu tambahan les. Dan masih panjang lagi daftar tambahan kebutuhan, hanya karena pindah lokasi.

Bagaimana sikap perusahaan?

Pada waktu terjadi diskusi karyawan dan atasan, kedua belah pihak sepakat bahwa perpindahan ini akan memberikan kesempatan promosi bagi sang karyawan, serta kesempatan karier yang lebih gemilang. Sementara itu semuanya juga sepakat bahwa status karyawan adalah mobile (sesuai surat perjanjian kerja) dan tidak keberatan untuk ditempatkan dimana saja.

Apakah perusahaan melakukan kesalahan sehingga karyawan mengalami situasi seperti itu? Tidak!

Tapi seperti yang disampaikan di atas, mengelola manusia tidak seperti mengelola barang di gudang. Ada kondisi khusus yang perlu mendapat perhatian. Ada diskresi yang bisa diberikan, tanpa harus merubah seluruh peraturan.

Keputusan pun diambil untuk memberikan tunjangan khusus agar yang bersangkutan bisa mengatasi kesulitan finansial tersebut. Tentu saja keputusan itu disambut gembira oleh karyawan tersebut dan keluarganya.

Sampai hari ini, karyawan ini dan keluarganya masih percaya bahwa perusahaan tempat dia bekerja ini masih mengelola manusianya dengan menggunakan hati. Karenanya, dia akan senang untuk terus tinggal dan bekerja di perusahaan ini. (*)

(foto: @Ralf Bennet, deuter.com)

Bookmark and Share

10 Responses to Siap Ditempatkan Di Mana Saja

  1. erlina says:

    Setuju….perlu fleksibilitas dan hati dalam mengelola karyawan 🙂

  2. vidi says:

    Perusahaan yang telah memiliki sistem HRD yang benar adalah memposisikan setiap karyawan dan karyawati yang bekerja dengan baik merupakan aset bagi perusahaan tersebut . Kemajuan dari suatu perusahaan merupakan andil dan hasil kreativitas dari karyawan yang termotivasi atas rasa tanggung jawab demi kelangsungan perusahaan dan kelangsungan keluarga karyawan tersebut.

    • josef josef says:

      Dear Rachmat, karyawan yang merasa mendapat nilai tambah dalam kehidupannya di tepat kerjanya, maka dia akan termotivasi untuk tinggal dan berjuang secara optimal. Terima kasih telah mengunjungi blogini

  3. Gopas Carlos says:

    Tulisan singkat yg jarang saya temui. Karena saat ini sebagian besar baik perusahaan dan karyawan hanya berpikir “Aku.. Aku.. Aku..”

    Satu hal kecil yg lupa, jika kita memiliki mindset bapak “people management” saya yakin akan terjadi breakthrough yg luar biasa di negeri kita.

    • josef josef says:

      Terima kasih Gopas. Komentarmu memberikan keyakinan pada kita semua bahwa masih banyak yang menyadari pentingnya mindset sebagai Bapak dalam mengayomi karyawannya. Ikuti kisah2 lainnya yang saya hadirkan tiap selasa dan jumat pagi

  4. MeiLinda says:

    Setuju dengan tulisan om, mengelola manusia tdk seperti mengelola barang di gudang….seringkali perusahaan hanya memberikan pilihan ‘take it or leave it’ pd saat mereka menugaskan karyawannya. Mudah2an HR kantor sy yg lama membaca blognya om jg 🙂

    • josef josef says:

      Terima kasih Linda, kalaupun mereka tidak membaca, masih ada yang lain yang membacanya, dan mengambil pelajaran dari kisah ini. Ini bukan saja PR HR department tapi juga semua leader. Salam

  5. Adi Prasetyo says:

    Very inspiring Pak Josef,

    Saya baru-baru saja mengikuti blog pak Josef dan banyak pelajaran yang bisa saya ambil. Namun kalau bapak berkenan saya hendak sedikit berkonsultasi apabila situasinya sedikit berbeda, dimana seorang karyawan dari “kota” ditempatkan di luar daerah bersama keluarganya, namun setelah direlokasi mendadak perusahaan meberikan “surat cinta tahap 3” tanpa adanya alasan yang jelas (seakan hendak membuang karyawan tersebut), dan tidak memberikan hak apapun kepada si karyawan. tindakan apa yang harus diambil karyawan tersebut? Mohon pencerahannya Pak.

    • josef josef says:

      Dear Adi, kalau mutasi karyawan ada niatan untuk membuang, saya tidak setuju dan saya sangat menghimbau agar pimpinan tidak berperilaku seperti itu. Kalau setelah dipindah ternyata performancenya menurun, juga ngga mungkin mendadak tanpa alasan. Karyawan perlu dibimbing dan diberi kesempatan untuk mengubah prestasinya. kalau setelah itu masih juga belum berhasil dan dia harus keluar: 1)Dia punya hak yang harus dibayarkan sesuai peraturan perundangan, termasuk mengembalikan dia dan keluarga ke tempat awal; 2)Kalau karyawan tdk setuju, bisa membawa persoalannya ke Serikat Pekerja atau ke Depnaker, kalau Serikat Pekerja tidak ada; 3) Hemat saya penyelesaian secara kekeluargaan tetap akan lebih baik dari proses formal apapun. Salam

Leave a Reply to vidi Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Connect with Facebook

Kisah Rp 10.000,00 yang Mengubah Hidupku

Recent Comments

josef:
Semangat pagi Santi, terima kasih untuk terus menyimak tulisan di blog ini. Semoga bermanfaat, terutama dalam...

Santi Sumiyati:
Selamat pagi Pak Josef. Membaca tulisan Bapak seperti “me-recharge daya” pikiran dan...

josef:
Terima kasih Reinaldo. Saran sederhana sudah dicantumkan dalam komenmu: leader yang mau paham situasi, minta...

Vicario Reinaldo:
Terima kasih untuk sharingnya Pak Josef. Resonate sekali dengan saya yang sering membantu para...

josef:
Terima kasih catatannya mas Anton, setuju harus pandai membawa diri, dalam membangun trust dan respect dari...


Recent Post

  • Perjalanan Bersama Kita Singkat
  • Mindset Sehat Penuh Syukur
  • Memasuki Lingkungan Baru
  • Menyikapi Teknologi Secara Bijak
  • Sejuta Senyum PEACE HR Society
  • Saling Menyemangati
  • Generosity of Spirit
  • Ciptakan Pengalaman Bermakna
  • Apa Yang Engkau Cari?
  • Asyiknya Belajar Bersama