Posted on March 1st, 2016
“Technology is nothing. What’s important is that you have a faith in people, that they’re basically good and smart, and if you give them tools, they’ll do wonderful things with them.” (Steve Jobs)
SUDAH BANYAK CERITA yang dibagi, entah dalam bentuk artikel di media cetak ataupun media sosial lainnya, tentang kisah di balik akhir kejayaan Nokia:
“Ketika Nokia resmi mundur dari panggung bersejarah, saat konferensi pers, CEO Nokia Jorma Ollila mengumumkan persetujuan akuisisi Microsoft terhadap Nokia, dia mengatakan kalimat terakhir :
‘Kami tidak melakukan sesuatu kesalahan, tapi saya tidak tahu mengapa kami kalah.’
Lalu, bersama-sama dengan puluhan eksekutif Nokia-nya tidak tahan menitikan air mata.”
Penelusuran lebih jauh lagi, ditemukan alasan yang jauh lebih menarik lagi.
Lain Pengakuan Lain di Lapangan
Dalam laporannya yang dicantumkan dalam SALAMANDER, majalah alumni INSEAD, edisi 28 Januari 2016, Quy Huy dan Timo Vuori mengawalinya dengan penjelasan dari Executive Nokia, tentang kejatuhan Nokia.
“1) that Nokia was technically inferior to Apple, 2) that the company was complacent and 3) that its leaders didn’t see the disruptive iPhone coming.”
Semua alasan sepertinya bisa diterima dan mudah diprediksi masyarakat. Namun laporan mereka yang berjudul “Who Killed Nokia” mengatakan alasan paling mendasar bukan ketiga hal tersebut di atas:
“Nokia lost the smartphone battle because of divergent shared fears among the company’s middle and top managers led to company-wide inertia that left it powerless to respond to Apple’s game changing device.”
Di sini unsur manusia, terutama yang bernama Leader di level Top maupun Middle, yang membuat perusahaan ini terjun bebas.
Kontribusi Leader Memajukan Juga Menjatuhkan
Penelusuran lebih lanjut dengan menginterview 76 Top/Middle Managers, engineers dan pakar eksternal diketahui bahwa “ketakutan” yang dialami perusahaan itu disebabkan oleh budaya pimpinan yang temperamental yang membuat middle manager tidak berani berbicara jujur.
Ternyata reputasi menakutkan dari top leader sudah diketahui umum, Board dan Top management sering berteriak pada bawahannya, ancaman memecat atau demosi sering terjadi. Dan ini sulit bagi bawahan untuk menyampaikan berita yang pimpinan tidak ingin dengar.
Nokia dikenal dengan high task and performance focus, karena itu Top Management ketakutan bila masyarakat luar tahu kalau mereka tidak mencapai target, karena itu mereka akan menekan bawahannya lagi, bahwa mereka kurang ambisius dalam mencapai “stretched targets”.
Cerita kecil yang ditemukan dari seorang middle manager yang tidak berani men-challenge keputusan Top Manager dan mengatakan: “Saya tidak punya keberanian. Saya masih punya keluarga dan anak kecil.” Alhasil, middle manager akan tinggal diam atau memberikan informasi yang sudah difilter.
Singkat cerita, menurut penelusuran tersebut:
“Nokia people weakened Nokia people and thus made the company increasingly vulnerable to competitive forces.
When fear permeated all levels, the lower rungs of the organisation turned inward to protect resources, themselves and their units, fearing harm to their personal careers.
Top managers failed to motivate the middle managers with their heavy-handed approaches and they were in the dark with what was really going on.”
Andaikan…
Sedikit ketakutan tidak apa-apa, bahkan bisa memotivasi, mendorong semangat mencari jalan keluar. Luapan emosi berlebihan ibarat memberikan obat over dosis. Rasa takut yang diciptakan baru bermakna, kalau leader-nya juga membantu bawahannya untuk mengatasi ketakutan itu.
Saya hanya bisa membayangkan….. seandainya para pimpinan menyadari ini lebih awal… inisiatif “Team Alignment” bisa diselenggarakan dengan cara FUN, misalnya dengan menggunakan LEGO Serious Play …..
Nasi memang sudah jadi bubur, tapi pembelajaran akan tetap diingat oleh sejarah dari generasi ke generasi: “Bahwasanya penyebab jatuhnya Nokia bukan melulu pada teknologi, tapi terutama pada manusianya.” Dan manusia dalam kisah ini adalah para Top Leader yang memberikan kontribusi terbesar. Andaikan saja… mereka tampil lebih autentik, jadi role model, rajin membangun dialog, terbuka menerima feed-back.
“The human spirit must prevail over technology.” (Albert Einstein)
josef:
Terima kasih tanggapan Kelana. Tidak mau membalas argumen juga merupakan pilihan. Namun kalau argumen...
kelana:
halo pak josef, bagaimana cara upgrade rasa PD, saya tidak ragu dengan kemampuan tapi terkadang tidak mau...
josef:
Terima kasih, kalau insight yg Rolin dapat juga dibagi ke teman2, akan bertambah kaya ilmu Rolin. Salm
Rolin:
Terimakasih selalu menginspirasi,Pak Josef. Seperti sumur, semakin dalam digali, semakin jernih airnya
josef:
Terima kasih mba Nurlita Magdalena, sudah sempatkan menyimak kisah di blog ini dan memberikan komennya. Sukses...
Thank you for the post on LEGO Serious Play pak Josef… It was fun and insightful getting your LEGO interpretation of the challenges to Human Resources… thanks for the inspiration
Most welcome pa Sebastian, the more we have fun, the more we learn. Rgds