Frustrasi dan Arogan Beda Tipis

Posted on January 7th, 2014

“Any change, even a change for the better, is always accompanied by drawbacks and discomforts.” (Arnold Bennett)

DISKUSI dengan teman-teman tentang memasuki lingkungan kerja baru selalu memberi variasi dimensi untuk diresapi. Betapa tidak, keputusan untuk memasuki lingkungan baru, umumnya dibekali dengan keyakinan bahwa modal pengetahuan, pengalaman dan kepribadian orang itu bisa membuat dia survive. Tapi seberapa jauh dia mengenal lingkungan baru tersebut?? Kupu-kupu cantik dalam ilustrasi berikut ini baru akan terlihat kalau kepompong mengalami transformasi.

Seperti kata Kahlil Gibran:

“Progress lies not in enhancing what is, but in advancing toward what will be.”

Kupu-kupu by josefbataona dotcom

Perubahan dari Perspektif Pembawa Perubahan

Seorang karyawan baru bercerita tentang ambisinya memperkenalkan perubahan di perusahaan baru. Dia menunjukkan konsep yang sudah dia siapkan yang tentu saja sangat professional. Dan bahkan langkah-langkah sebagaimana layaknya memperkenalkan perubahan, juga sudah dia lakukan.

Hasilnya??

Dua tahun sudah berlalu, belum ada hasilnya. Semangat tinggi yang diperlihatkan sudah mulai mengendor. Beberapa penggal dialog saya petik:

Tanya:

Apakah yang akan diperkenalkan (WHAT) sudah dipahami oleh tim di tempat baru?

Jawab:

Saya bahkan mulai dengan mengumpulkan data, bicara dengan mereka untuk mengetahui apa praktek mereka sejauh ini. Saya formulasikan, konfirmasi balik pemahaman saya. Saya paparkan kepada mereka tentang ide yang akan diterapkan kalau kita mau berubah menjadi lebih baik. Mereka sangat antusias untuk menerapkannya.

Tanya:

Apakah mereka juga jelas tentang langkah-langkah yang diambil (HOW) demi perbaikan itu?

Jawab:

Sudah saya paparkan step by step langkah menuju perbaikan.

Tanya:

Apakah mereka dilibatkan ketika men-design langkah-langkah perbaikan tersebut?

Jawab:

Memang demikian seharusnya kita lakukan. Saya ajak mereka diskusi untuk formulasikan bersama langkah-langkah tersebut.

Jangan Berasumsi

Dalam posting di  blognya,  19 Pebruari 2013, dengan judul “It’s all about ME”, Lolly Daskal memaparkan bahwa berbagai approach yang dilakukan, dengan berbagai pertanyaan yang diajukan oleh konsultan itu sudah pas. Namun dari perspektif mereka yang akan diajak berubah, akan bisa disarikan dalam pertanyaan tunggal: “What does the future look like, and does it include me?”

Dan dari sana kita bisa menguraikannya dalam beberapa pertanyaan berikutnya:

  • Apa dampak perubahan itu untukku?
  • Berapa banyak saya harus berubah?
  • Berapa banyak peran saya untuk memegang kendali akan berkurang?
  • Berapa banyak lagi yang harus saya pelajari agar bisa sukses?
  • Berapa lama proses perubahan itu sampai kita merasa normal kembali?
  • Pertanyaan tersebut muncul karena secara alami ada reaksi self-protection, ini merupakan “ME game”, apa dampaknya untuk saya, “What is in it for me?”

Kisah kawan di atas seakan mau mengatakan bahwa saya sudah menjalankan peran saya, tapi yang mau diajak berubah belum mau bergerak untuk berubah. Masih berlangsung diskusi tak ada habisnya. Dan nada suaranya sudah mulai terdengar nada frustrasi.

Frustrasi dan Arogan Beda Tipis

Pertanyaan saya terakhir padanya:

“Apakah anda yakin sudah mengenal lingkungan dan juga orang-orang yang sudah diajak bicara??”

Dia diam, dahinya berkerut. Sayapun berkata:

“Dari ceritamu, semua langkah sudah siap. Bahkan orang-orang yang harus ikut dalam perubahaan seakan sudah disiapkan. Artinya Anda sudah cukup mengenal lingkungan dan orang-orang di sana. Tapi belum berhasil mengajak mereka untuk mulai melangkah. Anda lalu frustrasi!”

Saya diam sebentar untuk memperhatikan reaksinya, sebelum saya lanjutkan dengan nada yang lebih terus terang:

“Apakah Anda tidak menyadari, bahwa ungkapan frustrasi yang diutarakan, sebenarnya adalah ungkapan sikap arogan?”

Reaksi spontan kawan ini bernada kaget dan cenderung  tidak setuju:

“Maksudnya? Saya sama sekali tidak bersikap arogan pada mereka!”

Tanggapan saya dengan nada melunak:

“Frustrasimu itu seakan mau mengatakan bahwa Anda sudah mengenal mereka, dan sekarang Anda membawa konsep perubahan yang bagus, tapi hasilnya mereka belum juga mau melaksanakannya, walau mereka setuju untuk berubah. Kalau saya mau lebih blak-blakan lagi, Siapakah Anda sebenarnya, sehingga berani mengakui bahwa Anda mengenal mereka? Frustrasimu juga ingin mengatakan: problem ada di pihak mereka, dan bukan anda. Bukankah itu sikap yang arogan?”

Karena kawan tersebut mulai merunduk, sepertinya sedang mencerna kata-kata saya, maka sayapun berusaha untuk membangkitkan semangatnya:

“Kalau tidak ingin frustrasi, saran saya sederhana; Hadapilah situasi itu sebagai tantangan, bahwa Anda belum cukup mengenal lingkungan dan orang-orang tersebut. Pikirkan pendekatan apalagi yang harus dilakukan. Kata-kata bijak Maya Angelou memberikan kita nasehat: If you don’t like something, change it. If you can’t change it, change your attitude. Don’t complain.”

Pendekatan ini akan membuat kita lebih tenang, karena melihat problem ada dalam diri kita, dalam kendali kita sendiri. Dan ini sekaligus untuk menjauhkan kita dari frustrasi yang tidak perlu. Mungkin saja kawan ini terlalu fokus pada sebuah pintu yang belum terbuka, padahal dia tidak menyadari bahwa ada pintu kesempatan lainnya yang sudah terbuka dan menantinya. Dan doa berikut ini juga perlu untuk disimak dan dibawa dalam renungan:

“God, grant me the serenity to accept things I can not change, the courage to change the things I can, and the wisdom to know the difference.”  (Reinhold Niebuhr)

Bookmark and Share

10 Responses to Frustrasi dan Arogan Beda Tipis

  1. Nur Kholis says:

    Very nice pak,hal ini seringkali terjadi tiap kita pindah ke comunitas baru, dan yang terjadi adalah Arogansi.!

    • josef josef says:

      Terima kasih Nur Kholis, pengalaman2 seperti itu yang coba saya angkat, siapa tahu bisa mengingatkan kita bila menghadapi situasi seperti itu.

  2. betul Pak. Itu namanya belum move on. 🙂

    Mengenal diri sendiri saja memerlukan waktu yang panjang. Ada banyak hal dari orang lain yang kita “merasa” tahu padahal sesungguhnya itu baru nampak di kulitnya saja.

    Salam,

  3. eriman says:

    Bener banget Pa, seringkali ketika ber-interaksi selalu pake kacamata diri bukan bukan kacamata orang lain. Lagi-lagi kematangan jiwa dan ketrampilan berkomunikasi kita diuji saat harus ber-interaksi. Nice postingannya, terima kasih Pa Jos sudah mengingatkan saya.

    • josef josef says:

      Terima kasih Eriman, setuju sekali untuk melihat dari sudut pandang yang berbeda, sudut pandang mereka yang akan menjadi target. Ikuti terus posting baru yang akan hadir tiap Selasa dan Jumat pagi jam 08:00, kecuali kalau itu hari libur.

  4. Abraham Royce says:

    Setuju sekali dan terima kasih atas cerita yg menginspirasi tsb Pak.

    Mmg faktanya demikian saya jumpai sendiri bhw apabila suatu goal tdk tercapai maka menyalahkan keadaan tanpa mau berkaca.

    • josef josef says:

      Terima kasih Abraham, saya diberikan lagi kata kunci: NGACA. Dalam kasus ini ngaca bukan karna narcis tapi untuk lebih mengenal diri.

  5. elfi says:

    Cara pandang yang tidak pernah terpikir tapi ternyata sangat pas setelah direnungkan Pak, menghubungkan frustasi dengan arogansi. Seringkali kita merasa atau melabel diri frustasi karena merasa jadi ‘korban’ dari keadaan atau situasi di sekeliling kita yang kita pikir tidak sesuai dengan harapan atau tidak sejalan, dan perasaan bahwa kita lebih baik dan lebih tahu yang akhirnya menutup pikiran bahwa mungkin kita yang justru harus mengenal lebih baik situasi atau mengubah pendekatan kita. Terima kasih atas bahan refleksinya Pak..

    • josef josef says:

      Terima kasih Elfi, untuk tambahan ulasan sekaligus penegasan tentang kemungkinan salah menempatkan diri, salah memberi label pada diri. Kalau memang kita terbuka untuk mengurai situasi secara cermat, mungkin akan muncul alternatif2 solusi yang lebih positif.

Leave a Reply to MasNovanJogja Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Connect with Facebook

Kisah Rp 10.000,00 yang Mengubah Hidupku

Recent Comments

josef:
Terima kasih pa Eddie. Code of conduct yang kalian gunakan juga sangat powerful dalam mengembangan manusia...

josef:
Terima kasih Coach Helda. Adalah panggilan kita untuk saling mengingatkan, saling menginspirasi untuk create...

Eddie Cahyono Putro:
Saya sangat cocok dengan judul *”HIGHLY COMPETENT PROPLE WITH SOLID COLLABORATION”*...

Helda Tan:
Such a beautiful reminder Pak Josef… Seandainya saja lebih banyak orang yang menghargai prinsip...

josef:
Terima kasih banyak mba Malla, semoga mba Malla juga terus menginspirasi kita semua. Salam


Recent Post

  • Perjalanan Bersama Kita Singkat
  • Mindset Sehat Penuh Syukur
  • Memasuki Lingkungan Baru
  • Menyikapi Teknologi Secara Bijak
  • Sejuta Senyum PEACE HR Society
  • Saling Menyemangati
  • Generosity of Spirit
  • Ciptakan Pengalaman Bermakna
  • Apa Yang Engkau Cari?
  • Asyiknya Belajar Bersama