Posted on May 22nd, 2018
“If children feel safe, they can take risks, ask questions, make mistakes, learn to trust, share their feelings, and grow.” (Alfie Kohn)
LUAR BIASA. Hari-hari ini, social media ditaburi bintang. Berbagai ucapan congratulation untuk prestasi yang diraih para siswa/mahasiswa, entah itu ditingkat Sekolah Menengah atau Perguruan Tinggi, dalam ataupun luar negeri. Selain senyum bangga anak-anak itu sendiri, tentu saja orang tuanya juga akan sangat bangga.
Jadi tidak berlebihan kalau jemari orang tuanya tidak tertahankan untuk posting foto-foto yang membanggakan itu (biasanya mamanya yang lebih gesit). Bukan saja prestasi akademis, tapi banyak sekolah juga memberikan penghargaan untuk prestasi ekstrakurikuler, atau bahkan yang mengalami progress yang signifikan, tidak harus the best. Sekolah-sekolah itu paham betul, betapa besar nilai sebuah penghargaan.
Prestasi Akademis Anak ini Memang Luar Biasa
Sejak SD, anak ini mempunyai prestasi gemilang. Bahkan ketika di SMP dia mampu melompat dari kelas satu ke kelas tiga. SMA dilalui dengan mudah. Dan diapun bisa mendaftarkan diri untuk masuk ke sebuah perguruan tinggi teknik yang ternama di Indonesia.
Singkat cerita berkat dorongan orang tua yang sungguh-sungguh dia bisa lulus dengan predikat cum laude. Senyum bangga tentu saja hadir di wajah orang tuanya saat menghadiri wisuda kelulusan. Dan sebagai bagian dari kepatuhan kepada orang tua, anak ini juga bangga telah menuruti kemauan orang tua, dan bisa mempersembahkan ijasah sebagai Insinyur dengan predikat cum laude.
Dia merasa plong, karena tugasnya dianggap sudah selesai. Loh… maksudnya ?
Saya Juga Ingin Bermain Seperti Kalian
Dalam pertemuan dengan teman-temannya, dia mengakui:
“Saya kan juga pengen bermain seperti kalian di usia anak-anak. Saya ingin sesekali kumpul dengan kalian, jajan bareng, ketawa bareng, punya waktu untuk fun sebagaimana layaknya seorang anak. Tapi apa daya, orang tua saya sangat keras dalam menerapkan disiplin, pokoknya hanya belajar, belajar dan belajar. Sekarang saya sudah menyerahkan apa yang diinginkan orang tuaku, yaitu ijasah sarjana, dengan predikat cum laude. Dan saya sekarang mau mengisi perjalanan hidup selanjutnya sebagai seorang professional photographer.”
Loh, apa maksudnya? Demikian tanya teman-teman yang cermat menyimak ceritanya.
“Iya saya sampai bertengkar dengan mama saya, yang menginginkan saya bekerja sebagai insinyur, di tempat yang menurut dia cukup layak, misalnya di pertambangan, pabrik atau lainnya. Sementara, passion saya ada di photography. Akhirnya saya putuskan untuk minggat dari rumah orang tua, agar bisa lebih mandiri mengurus hidup sendiri.”
Pertanyaan refleksi bagi orang tua: “Apakah seperti ini yang kita inginkan?”
Balance between Study and Play
Dalam artikelnya yang berjudul “How To Get The Balance Between Study And Play Right For Your Children” Editorial Staf memberikan beberapa tips untuk menjaga keseimbangan ini:
Experiential Learning
Bila orang tua ingin mencari rujukan tentang belajar secara FUN, banyak program tersedia untuk experiential learning untuk mengisi hari liburan atau akhir pekan.
Ambil saja contoh seperti pada foto di atas. Ada team Kejar Aurora di Bandung, (www.kejaraurora.org) binaan Puji Prabowo yang mengajarkan anak-anak belajar sambil bermain secara kreatif. Dan melalui bermain mereka membina persahabatan, membangun kreativitas, berani bicara atau bertanya atau bicara di depan umum, mampu bermain dengan menggunakan sarana apa saja yang tersedia, dan lain-lain.
Atau contoh lainnya, di Batu Malang.
Ada Transformer Center yang mendesign berbagai program belajar dengan metode Experiential Learning, baik itu untuk anak (Kampong Kidz), Program for Teens atau Youth dan sebagainya.
Program seperti ini akan membangkitkan gairah belajar anak-anak, meningkatkan kreativitas, bersosialisasi dengan teman-teman lainnya, sambil mempertebal Rasa Syukur.
Dan yang tidak kalah pentingnya adalah anak-anak tidak merasa adanya keterpaksaan, terbebani dalam belajar seperti pada contoh di atas. Belajar dengan cara FUN adalah cara belajar anak-anak, yang bahkan sekarang diadopsi untuk pola belajar orang dewasa. Karena dalam bermain anak anak belajar tentang caranya belajar seperti kata kutipan penutup di bawah ini.
“Children learn as they play. Most importantly, in play children learn how to learn.” (O. Fred Donaldson)
josef:
Terima kasih pa Eddie. Code of conduct yang kalian gunakan juga sangat powerful dalam mengembangan manusia...
josef:
Terima kasih Coach Helda. Adalah panggilan kita untuk saling mengingatkan, saling menginspirasi untuk create...
Eddie Cahyono Putro:
Saya sangat cocok dengan judul *”HIGHLY COMPETENT PROPLE WITH SOLID COLLABORATION”*...
Helda Tan:
Such a beautiful reminder Pak Josef… Seandainya saja lebih banyak orang yang menghargai prinsip...
josef:
Terima kasih banyak mba Malla, semoga mba Malla juga terus menginspirasi kita semua. Salam
Siaang oom…. Tulisan yg bagus dan inspiratif tentang bagaimana orang tua untuk mendidik anaknya utk mengenal dan bermain dg alam.. Pada akhirnya mereka akan mencintai alaam….. Terima kasih….!!
Terima kasih Laurens, selain menyatu dengan alam mereka juga berinteraksi dengan teman2 dengan karakter yang berbeda. Disitu mereka juga belajar untuk bersosialisasi dalam masyarakat yang majemuk.
Sharing yang menarik Pak. Sebetulnya anak-anak itu suka belajar (eksplorasi) banyak hal. Saya dulu tidak mengerti WHY saya harus belajar pelajaran tertentu, sehingga nilai di pelajaran tersebut kurang baik. Yang Saya suka, biasanya jauh lebih baik. When the WHY is clear, the HOW is easy.
Terima kasih Andry, yang barusan disadari bisa menjadi pelajaran kita semua untuk anak cucu kita. Salam