Posted on February 4th, 2014
“I believe that every right implies a responsibility; every opportunity, an obligation, every possession, a duty.” (Nelson Rockefeller)
SEBUAH KAIDAH yang sudah lama dianut, setidaknya pada saat saya mulai berkarier dulu: “Hanya boss yang bisa memilih anak buah, sementara anak buah tidak bisa memilih siapa atasannya.”
Saat ini, kita bisa berargumentasi,bahwa kaidah itu tidak sepenuhnya benar, terutama dengan munculnya kesadaran bahwa manusia mempunyai pilihan dalam kehidupan ini, dan tentu saja termasuk pilihan untuk bekerja dengan seorang atasan tertentu atau tidak. Namun demikian kenyataan juga memperlihatkan bahwa banyak kesempatan kerja yang kita cari, dan akhirnya kita menerima tanpa mengetahui lebih jauh siapa atasan saya nantinya.
Yang Penting adalah Kesesuaian Values
Seperti halnya atasan, kita juga tidak memilih teman kerja, baik di divisi yang sama atau di divisi lainnya. Namun demikian ada satu hal yang bisa membuat kita semua berada dalam pijakan langkah yang sama, adalah Value dari perusahaan itu. Kalau semua yang hadir menilai bahwa mereka cocok dan mampu bekerja optimal dalam lingkungan dengan tata nilai yang memayungi seluruh karyawan, maka kita boleh juga beranggapan bahwa secara umum nilai yang saya punyai juga akan sesuai dengan nilai yang dianut oleh calon atasan saya.
Asumsi ini tentu saja perlu dibuktikan dalam perjalanan berkarya bersama. Semakin kita jeli mengamati pola interaksi, baik secara vertical maupun horizontal, maka akan terjawab apakah ada perbedaan mendasar dalam hubungan dengan atasan atau dengan sesama karyawan karena perbedaan nilai saya dan atasan. Pemahaman ini diperlukan agar kita sendiri bisa mengatur bagaimana berperilaku dalam lingkungan di bawah pimpinan atasan tersebut.
Siapa Sebenarnya Atasanmu?
Tertarik dengan sebuah artikel di blog 8 Januari lalu, yang ditulis oleh Joe Magee berjudul “Sepuluh Pertanyaan Sebaiknya Diajukan Kepada Atau Tentang Bossmu.”
Joe yang professor di New York University’s Stern School of Business mengatakan, untuk sukses di tempat kerja karyawan hendaknya paham siapa bossnya: latar belakang, nilai yang dianut, gaya kepemimpinannya. Untuk itu dia menawarkan sepuluh pertanyaan sebagai pedoman:
Semua pertanyaan ini, diajukan tidak lain untuk membantu kita guna mencari pendekatan yang pas dalam kerjasama tim, terutama dalam memahami interaksi bersama atasan. Dan sebelum mengharapkan yang lain berubah, saya yang harus berubah dan menyesuaikan diri. Petikan berikut ini kiranya bermanfaat untuk mengakhiri tulisan ini:
“A Chinese general said: If the world is to be brought to order, my nation must first be changed. If my nation is to be changed, my hometown must be made over. If my hometown is to be reordered, my family must first be set right. If my family is to be regenerated, I myself must first be.” (A. Purnell Balley)
josef:
Terima kasih sama2 pa Cani, dengan mempertebal mental berkecukupan (abundance), hidup kita bisa lebih tenang...
canisius soriton:
Ditengah hujan dan setelah ikut Misa Pagi ini dihari minggu terus baca sharing Pak Josef sungguh...
josef:
Terima kasih Santi, banyak juga yang rezekinya disalurkan melalui tangan kita. Karena itu, selain mengambil...
Santi Sumiyati:
Selamat sore Pak Josef…luar biasa Pak…sangat menginspirasi saya. Tulisan bapak...
josef:
Terima kasih Santi, dalam banyak kejadian kita dihadapkan pada pilihan bebas tanpa paksaan, termasuk pilihan...
note yang inspiratif! 10 pertanyaan itu sangat membantu untuk saling mengenal antara manajer dan stafnya untuk membangun kerjasama yang lebih baik. Bila tidak memuat aspirasi diantara keduanya, tentu bisa disolusikan dengan “memilih” manajer (bagi staf) dan “memilih” staf (bagi manajer) yang bisa menjalin kerjasama.
@MasNovanJogja
Terima kasih mas Novan, langkah proaktif kedua belah pihak untuk mendapatkan keselarasan dan synergy yg maksimum. Keduanya punya hak memilih