Posted on August 30th, 2024
“If I were to say, ‘God, why me?’ about the bad things, then I should have said, ‘God, why me?’ about the good things that happened in my life.” (Arthur Ashe)
GENERASI MUDA penuh semangat, baru mengayunkan langkah pertama dari jutaan langkah kedepan. Antusiasme mereka tinggi, keinginan belajar menggebu, masa depan masih nampak cerah menjanjikan. Dihadapan mereka, hari itu saya hadir untuk berbagi pengalaman, mengambil tema Knowing Yourself & Leading Yourself. Sebelum mereka berkesempatan untuk menjadi leader di perusahaan ini, mereka harus mampu untuk memimpin diri sendiri. Untuk itu mereka perlu paham betul siapa diri mereka. Berikut foto bersama peserta.
Bersyukur sambil Belajar
Dari 16.000 yang melamar, hanya sebagian yang diundang untuk proses lebih lanjut. Akhirnya terpilih 12 orang yang mengikuti program Management Trainee. Mereka pasti gembira dan bersyukur atas kesempatan ini. Tapi pernahkah mereka berdiam diri dan bertanya: Why Me?
Pertanyaan Why Me, umumnya terlontar dari mulut kita, saat kita menghadapi musibah, kejadian yang kurang menyenangkan. Tapi hari itu, saya mengajak mereka untuk bertanya: Why Me, dalam konteks refleksi untuk mendapatkan pembelajaran penting. Langkahnya sederhana. Masing-masing mereka harus menuliskan sedikitnya 3 hal yang menjadi differensiasi mereka dibandingkan pelamar yang lain, sehingga mereka bisa terpilih.
Pertanyaan ini tidak sulit, tapi untuk menemukan jawaban secara cepatpun tidak mudah, karena banyak sekali keunggulan diri yang dipunyai. Menemukan hal yang ditanyakan tersebut, bisa menjadi catatan penting dalam perjalanan karier, untuk fokus pada pengembangan berbagai kekuatan diri.
Perjalanan Menuju Pentas Internasional
Sengaja saya bercerita perjalanan merangkak dari bawah, dari desa nelayan miskin merantau untuk menimbah ilmu dengan keterbatasan finansial. Perjuangan kerja sambil kuliah justru menjadi modal dasar dalam membangun ketangguhan untuk mengantisipasi berbagai tantangan yang dihadapi selanjutnya. Setelah luluspun, saya memulai karier dari tangga paling dasar sebagai management trainee. Bahagia sudah diterima bekerja, tapi pintu karier barusan terbuka dan langkah baru diayunkan.
Ternyata pertanyaan WHY ME terus menggoda di berbagai kesempatan, saat diberikan berbagai tambahan pekerjaan oleh atasan, demi melihat seberapa jauh kita di-stretched. Ketika memulai Regional Asia Pacific Role, rekan yang sudah lebih dahulu disana mengingatkan bahwa kebiasaan bos kita adalah akan memberikan kita tambahan pekerjaan, kalau dia menilai bahwa kita bisa menyelesaiakan dengan baik dan cepat. Terkadang pekerjaan itu bukan bidang kita dan harus menghubungi rekan kerja yang bertanggung-jawab. Sering juga harus menghubungi pimpinan di negara lain. Namun disana saya belajar beberapa hal:
Jadi dalam kesempatan seperti itu, pertanyaan WHY ME, menjadi pedoman untuk belajar agar terus tumbuh dan berkembang. Berikut foto bersama team HC.
Mengenali GEN Z dengan Kekuatan dan Kelemahannya
Yang hadir berasal dari Gen Z. Seorang peserta bertanya tentang bagaimana menghadapi situasi dimana lingkungan cenderung melabel Gen Z berdasarkan kelemahannya, seperti suka mengeluh hanya karena Wifie bermasalah, lebih egois karena mengandalkan teknologi, maunya instan dan kurang menghargai proses, dll.
Kita bisa mengakses banyak tulisan dan survey di internet yang memberikan gambaran tentang karakteristik Gen Z. Tapi jangan lupa, tulisan2 itu juga mengedepankan keunggulan mereka. Sebut saja: pengetahuan luas karena kemudahan mengakses informasi, keinginan untuk terus berkembang karena tidak cepat berpuas diri, multi-tasking, dll.
Tanggung jawab kita adalah untuk menghadirkan diri secara utuh dengan berbagai keunggulan diatas pentas karya sepanjang waktu. Dengan demikian lingkungan akan lebih banyak melihat hal positif dalam diri kita masing-masing, serta menghapus pandangan yang cenderung menggeneralisasi dan negatif..
Mampu Memimpin Diri Sebelum Memimpin Orang Lain
Pendekatan serupa juga untuk menanggapi pertanyaan peserta lain yang terkesan melihat orang yang extrovert seakan lebih baik dari dirinya yang introvert. Saya yakinkan bahwa baik introvert maupun ekstrovert sama-sama punya keunggulan dan kelemahan. Memahami orang lain dengan karakteristik yang berbeda dari diri kita, akan memudahkan kita dalam berinteraksi. Terlebih saat sudah menjadi leader, mengenali karakter setiap anak buahnya merupakan keharusan dalam rangka membantu mereka untuk terus tumbuh dan berkembang. Di titik ini, setiap leader harus sudah melewati tahapan mampu mengenali dan memimpin diri sendiri. Dengan demikian dia akan terbiasa untuk berusaha mengenali anak buahnya agar bisa memimpin mereka dengan efektif. Semoga merekapun akan terus menjadi Role Model, yang menjadi rujukan banyak orang, yang ingin belajar tentang leadership.
“I learned, when hit by loss, to ask the right question: “What next?” instead of “Why me?”. Whenever I am willing to ask “What is necessary next?” I have moved ahead.” (Julia Cameron)
josef:
Terima kasih pa Harry Pramono sudah mengunjungi blog dan menyimak tulisan ini. Salam
Harry Pramono:
Keep inspiring pak Josef…
josef:
Terima kasih mba Kartika. Acara yang keren dan membawa manfaat bagi banyak orang. Salam
Kartika I.:
Selalu keren Pak Josef!
josef:
Terima kasih mba Revita. Pidato yang bagus dan akan terus kita ingat dan resapi. Ada sedikit yg saya edit....
Selamat siang Besa. Terima kasih atas berkat hari Jumat. Sangat menarik WHY ME. Tidak hanya untuk kaum muda ya tapi kadang saya mengalami dan terjebak pada WHY ME saat menerima tugas tambahan. WHY ME ternyata menjadi pintu masuk untuk menyadari sekaligus mensyukuri bahwa “memang saya dipilih” untuk tugas tertentu agar menambah berkat dan menjadi berkat bagi sesama. Pastinya membutuhkan refleksi…. Terima kasih Besa
Terima kasih sdh menjawabi WHY ME sebagai panggilan. Mindset itu sangat membantu agar tidak terlintas di pikiran tentang beratnya tambahan tanggung jawab, bila saat itu tiba. Patut disyukuri. Salam
Terima kasih banyak, Pak Josef, atas tulisan yang sangat inspiratif ini. Pertanyaan “Why Me?” yang sering kita anggap negatif ternyata bisa menjadi alat refleksi yang kuat untuk memahami dan mengembangkan potensi diri. Saya sangat tersentuh dengan cerita perjalanan Bapak, yang menunjukkan bahwa setiap tantangan adalah kesempatan untuk belajar dan tumbuh. Terlebih, pendekatan ini juga sangat relevan bagi generasi muda saat ini, yang dihadapkan dengan banyak tantangan baru. Terus menginspirasi kami, Pak!
Terima kasih Rina untuk memberikan pandanganmu tentang tulisan ini. Kita perlu terus saling mengingatkan, saling menginspirasi, saling berbagi dan belajar berdasarkan pengalaman masing-masing. Salam
Terima kasih Pak Joseph.. untuk kesekian kalinya tulisan bapak membuat aku berpikir “oh ya bener jg ya”..
Memang benar bahwa pertanyaan Why Me seringkali muncul hanya pada saat kita merasa kesulitan/ditimpa musibah, tapi pertanyaan itu tidak pnah muncul ketika kita berada dlm situasi yang dirasa lebih baik.
Dan dsini saya jg menjadi merefleksikan diri Why Me disituasi saat ini di mana saya diberikan tanggung jawab baru walaupun terasa familiar tapi penuh tantangan.. Dalam hal ini refleksi Why Me ini bukan untuk menyalahkan keadaan atau untuk pembuktian kepada orang lain, tapi justru untuk pembuktian pada diri sendiri atas ambisi atau goal yg ingin kita capai.. once again thanks pak untuk sharingnya! Happy Weekend pak!
Terima kasih Diana untuk butir2 refleksinya yang dibagikan kepada kami yang membaca artikel ini. Mari kita gunakan pertanyaan WHY ME dari sudut pandang lebih positif, demi memperoleh pembelajaran untuk pengembangan diri. Salam sukses selalu Diana di tempat baru.