Menuju Coaching Maturity

Posted on January 27th, 2023

“Helping people be ‘right’ is more productive than proving them ‘wrong’ (Marshall Goldsmith).

MATUR SUKSMA. Perjalanan pertama saya ke Bali setelah pandemic, dalam rangka mengikuti program Advanced Coaching Retreat selama dua hari. Buah yang saya petik dari program ini luar biasa bermanfaatnya, bukan saja membuka mata dan hati saya untuk banyak hal berkaitan dengan coaching, tapi terutama demi manfaat yang lebih besar bagi klien yang akan saya layani. Karena itu, bukan pula kebetulan saat menuju ruang tunggu untuk kembali ke Jakarta, mata saya langsung terpaku pada tulisan besar di dinding, seperti foto berikut. Alam semesta seakan mengingatkan saya untuk terus berterima kasih akan apa yang diterima setiap hari.

 

Advancing 4 Levels of Coaching Maturity

Sungguh beruntung bertemu dan belajar langsung dari Prof David Clutterbuck, salah seorang original pioneer Coaching & Mentoring, Co-founder of The European Mentoring and Coaching Council (EMCC).

Saya penasaran untuk mengetahui lebih lanjut, yang dia maksud dari Coaching Maturity itu apa. Statement berikut di fliernya, saya kutip utuh:

Becoming a mature coach is not a matter of doing more of what you learned as a beginner coach, or even from doing it better. Mastery comes from deep reflection on our practice and letting go of much of what we initially relied upon. It means less focus on doing and much more on being.

Selama dua hari sang profesor yang didampingi coach Lyra Puspa (pakar neuroscience of coaching) mencoba challenge asumsi kami tentang praktek coaching yang sudah kami lakukan. Kami diajak untuk melakukan refleksi atas berbagai tool coaching yang digunakan selama ini, sambil memaparkan pengalaman berharga dari berbagai coach professional di dunia. Kami juga diajak untuk mengeksplorasi berbagai transisi yang dialami coach dalam perjalanan menuju maturity.

 

Refleksi Bersama Teman2 Coach

Apa yang mengantar kami ke Bali sesungguhnya adalah pilihan untuk sebuah komitmen bersama, untuk melakukan refleksi, saling belajar, saling membantu untuk bertransformasi. Tiga alasan utama adalah:

  1. Kalau coaching itu dimaksudkan untuk klien bertransformasi maka sebagai coach kita perlu juga bertransformasi.
  2. Transisi menuju Coaching Maturity bukan berkaitan dengan belajar tool, teknik atau pendekatan yang lain, atau jam terbang. Semua itu membantu, tapi yang lebih penting bagaimana kita berubah menjadi lebih baik dalam cara kita berpikir tentang diri kita dan identitas kita sebagai coach.
  3. Kebersamaan belajar selama dua hari, akan berlanjut dalam perjalanan menuju coaching maturity, dalam proses pengendapan dan implementasi sesudahnya.

Four Levels of Coaching Maturity yang kami refleksikan bersama selama dua hari adalah:

  1. Models based
  2. Process based
  3. Philosophy based
  4. Systemic eclectic

Menurut Prof David:

The point of the coaching maturity model is not necessarily to grow and develop until you reach the ‘systemic eclectic’ and then stop there.

Instead, the idea is to be able to operate at the most appropriate level for your client and for you as a coach. Your level must match your client’s needs—and their own level of maturity in the coaching process.

Group ini akan terus saling berbagi, saling belajar, sambil berkesempatan untuk akses berbagai coaching tools dan pengalaman dari berbagai hasil riset yang tersedia di website Clutterbuck.

Ragam Coaching Model

Refleksi yang kami lakukan dengan teman2 di Bali, mengangkat kesadaran kita bahwa ada banyak Coaching Model di muka bumi ini. Kita memang belajar dari sekolah coaching yang berbeda, yang menganut model tertentu. Saya sebutkan saja beberapa yang dikenal umum:

  1. The Erickson Coaching model or solution-focused coaching model
  2. The GROW Model: Grow, current Reality, Options, Will
  3. SMILE Coaching: Smart Goal, Meaning, Ideation, Logical Action, Excellent State
  4. CARE Coaching: Clarity, Awakening, Resolution, Empowerment
  5. The OSKAR Model: Outcome, Scaling, Know-how, Affirm and action, Review
  6. The CLEAR Model: Contract, Listen, Explore, Action, Review

Ini baru bicara tentang Model. Belum lagi tools dan teknik yang digunakan bersamaan dengan model coaching yang dipilih. Beberapa tools yang kita kenal antara lain: wheel of life, reflections, metaphore, visualizations, Intuitive Coaching Card, dan gold nuggets (Let clients write down and share the gold nuggets after each session).

Kalau pakar ditanyakan, sebetulnya berapa banyak model, jawabnya adalah: sebanyak jumlah coach yang ada. Maksudnya? Walaupun seorang coach memulai coaching dengan menggunakan model dan tool yang sudah dia pelajari, dia sebetulnya bisa atau cenderung memodifikasi/adaptasi pendekatannya sesuai dengan reality yang dihadapi saat coaching.

Pertanyaan selanjutnya, kalau kita harus memilih model dan tool terbaik untuk digunakan, manakah model dan tool terbaik? Jawabannya sederhana. Model dan tool Coaching terbaik adalah yang sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan sang coach. Bila coach merasa nyaman dengan pendekatan itu, maka coachee pun akan mendapat manfaat maksimal dari sesi coaching.

Perjalanan menuju perubahan ke maturity level yang lebih tinggi, membuat kita antara lain tidak hanya fokus pada coaching conversation, tapi fokus juga pada coaching relationship: internal conversation klien dengan dirinya selama atau sesudah coaching session.

“Mature coaches do less to enable their clients achieve more. Like true mentors, they use their wisdom in the service of helping others become wiser.” (Prof David Clutterbuck)

Bookmark and Share

2 Responses to Menuju Coaching Maturity

  1. Helda Tan says:

    Love this article Pak Josef. Setuju sekali terhadap penekanan Coaching Mindset yg benar utk menjadi seorang Coach yang baik.

    Berdasarkan pengalaman pribadi,gaya dan cara kita melakukan coaching sangat dipengaruhi oleh mindset kita.

    Misal : Bila Coaching Mindset yang kita pakai adalah Counselling Mindset, maka kita akam banyak melakukan “digging out”. Kalau kita memiliki Coaching Mindet, maka kita akan lebih melakukam “exploring”.

    Thank you for sharing your experience Pak Josef. Let’s become a life long learner to become a better Coach.

    • josef josef says:

      Thank you coach Helda for your insightful comment. Setuju, let us become life long learner to become a better person, better coach with coaching mindset. Salam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Connect with Facebook

Kisah Rp 10.000,00 yang Mengubah Hidupku

Recent Comments

josef:
Thank you coach Helda for your insightful comment. Setuju, let us become life long learner to become a better...

Helda Tan:
Love this article Pak Josef. Setuju sekali terhadap penekanan Coaching Mindset yg benar utk menjadi...

josef:
Thank you pa Heru for the opportunity to learn together. Appreciate also your time and effort to visit and...

Heru Hardoyo:
Thanks for your inspiring sharing Pak. Keep on inspiring and enlightening

josef:
Terima kasih pa Danang Arief sudah mengunjungi blog dan menyimak tulisan ini. Benar sekali perilaku anggota...


Recent Post

  • Gaya Hidup Saat Purna Bakti
  • Menggali Potensi Tim
  • Bercerita Melalui Buku
  • Buka Diri Untuk Mendengarkan
  • Memberdayakan Generasi Yang Berbeda
  • Personal Growth
  • Berbagi Tips Menuju Puncak Karier
  • Menuju Coaching Maturity
  • Tumbuhkan Gairah Kerja
  • Pilihan Penuh Tanggung-Jawab