Posted on December 14th, 2018
“It’s better to live a life with “Oh-well’s, instead of “what-if’s” (Felicia Handojo)
GOOD MORNING. Sebuah sapaan yang menyejukan dari sang guru, melalui WA group. Lalu beliau melanjutkan pernyataan berikut, untuk menjaga momentum pembelajaran selama lima hari bertemakan: “Accelerated NLP & TLT Practitioner” certification, yang baru berakhir sehari sebelumnya.
“I know you are wondering how today is different than yesterday, and it is good to wonder how you can learn new thing every day, whether this morning or tonight, you can notice how you are at cause of any situation, as once Dr. Tad James said he heard from his teacher that according to his master trainer that being at cause means empowerment, that’s right..”
Kemudian sang guru, Pak Thomas Handojo, bertanya, sebelum boarding menuju ke luar negeri:
“What Milton model language patterns can you identify in this paragraph?”
Yang sedang beliau bangun, bukan sekedar interaksi di WA group, tetapi terus berusaha untuk mengajak semua peserta untuk interconnected melalui “unconscious mind”
Teman-teman spontan menanggapi, namun fokus tulisan saya adalah butir-butir penting dari kebersamaan lima hari tersebut.
Berikut foto bersama peserta.
Personal Power
Kalimat terakhir di atas yang diceritakan Dr. Tad James: “Being at CAUSE means empowerment”
Dalam kenyataan hidup sehari-hari, saat menghadapi sebuah event, kita akan cepat menanggapi dengan dua kemungkinan: kita tempatkan diri sebagai Cause atau Effect. Saat kita menempatkan diri sebagai “effect” kita cenderung menyalahkan diri sendiri (merasa menjadi korban) atau menyalahkan orang lain atau lingkungan, melempar tanggung jawab, dan kecil kemungkinan untuk take action.
Sebaliknya kalau kita menempatkan diri pada sisi “cause” kita akan memberdayakan (empower) diri kita untuk mencari solusi, memegang kendali hidup ini dan take action.
Kata Bijak Tak Terduga
Telinga saya mendadak terbuka lebar, mendengar suara seorang peserta yang memberikan komen dengan petikan berikut ini:
“It’s better to live a life with “Oh-well’s, instead of “what-if’s” (Felicia Handojo)
Kejutanku memang beralasan mengingat itu keluar dari mulut seorang peserta yang baru lulus Sekolah Dasar dan akan masuk ke SMP Januari mendatang. Anak SD?
IYA, betul, saya peserta tertua dengan usia 65 tahun, dan dia, Felicia, peserta termuda. Apakah dia ikut belajar NLP dan Time Line Therapy? Iya dia peserta aktif, dengan pertanyaan atau komentar yang sering tidak kita duga. Bahkan saat dia diminta memberikan penjelasan singkat di depan peserta tentang apa yang dipelajari hari kemarin, dia bisa menyampaikan dengan lancar penuh percaya diri.
Berikut foto saat Felicia memberi pemaparan di depan kelas, terlibat latihan, dan bersama Anita (sang kakak) dan Pak Thomas Handojo.
Dan karena ini program sertifikasi, diapun mengikuti test dan dinyatakan lulus dan mendapatkan dua sertifikat, Certified Practitioner of Neuro Linguistic Programming (karena mengikuti program NLP yang disetujui oleh ABNLP) dan Certified Time Line Therapy (karena mengikuti training TLT yang disetujui TLTA).
Berani Keluar dari Comfort Zone
Kembali ke petikan Felicia di atas, kita tentu tidak ingin menyesali saat kita diusia lanjut, katakan 70 tahun, cenderung menyalahkan diri sendiri dan berkata:
“What if ……
Kalau saja saya punya keberanian untuk mengambil resiko saat kesempatan itu muncul di masa mudaku maka …..”
Atau bahkan dalam perjalanan hidup saat ini, seseorang diliputi kekhawatiran, tidak berani untuk keluar dari comfort zonenya dan berkata:
Kalau saya lakukan ini, bagaimana kalau saya gagal, bagaimana kata orang, bagaimana kalau ….. dan banyak lagi bagaimana yang lain.”
Kebiasaan di atas akan kontras dengan yang berani keluar dari zona nyamannya dan menghadapi situasi sulit dalam hidup ini, karena dia percaya bahwa pengalaman ini bisa membuatnya lebih sukses. Kalaupun dia belum berhasil, dia akan berujar “Oh Well” itu adalah pelajaran berharga, kita berusaha lebih cerdas lagi.”
Dalam kasus terakhir, yang bersangkutan memegang kendali hidupnya, berani tampil beda, percaya bahwa ada kelimpahan (abundance) di luar sana, dan dia akan membuat hidupnya menjadi yang terbaik (excellence).
Pelajaran Berharga
Saya sendiri adalah blogger yang aktif menulis, dan juga sering tampil sebagai pembicara. Dengan lebih menyadari konsep NLP, saya akan belajar mencermati pola penuturan saya dalam menyampaikan ide-ide melalui tulisan atau secara langsung. Di samping itu akan juga menunjang kegiatan coaching, ataupun dalam bersosialisasi, karena ilmu di balik NLP adalah bagaimana menggunakan “language of the mind” untuk secara konsisten mencapai hasil khusus yang diinginkan.
Tapi yang paling utama buat saya adalah SELF EMPOWERMENT, karena ini akan menjadi fondasi untuk better future bagi diri sendiri, bagi keluarga, dan masyarakat banyak.
Berikut foto dua peserta yang saya sebutkan di bawah ini.
Salah satu peserta, Bu Nuniek Tirta Sari, disiplin membuat summary pelajaran tiap hari. Jadi selain belajar di kelas, sayarajin menyimak FB beliau. Diapun mengajak semua peserta melalui akun FBnya untuk terus belajar: “when the student is ready, the teacher appear. So keep on learning, you never know when you are ready to use that knowledge.”
Sementara itu makna pembelajaran ini begitu mendalam, sehingga sahabat ini, Pak Canisius Soriton melalui postingan FB nya seakan tak hentinya bersyukur: “Thank YOU Lord, for this opportunity to improve myself.” Ungkapan tersebut sudah cukup mewakili kami semua peserta.
Terima kasih juga kepada Pak Thomas Handojo dan Pak Ari Handojo, dan juga semua peserta yang penuh spirit belajar, terutama kedua anggota tim kami yang termuda, Felicia dan Anita.
Pelajaran sesungguhnya dari ilmu yang dipelajari, baru dimulai saat kita berlatih dan menerapkannya.
“Every human has four endowments – self awareness, conscience, independent will and creative imagination. These give us the ultimate human freedom… The power to choose, to respond, to change.” (Stephen Covey)
josef:
Terima kasih untuk ucapan selamatnya Rosita. Apakah sudah pesan buku ke 5? Kalau belum bisa gunakan link ini,...
Rosita Wulandari:
Selamat Pak Josef atas terbitnya buku ke-5, semoga tidak terlambat ucapan selamatnya. otw memesan....
josef:
Hi Viciana Dewi, saya sudah email. Salam
Viciana dewi kristiani:
Kalau mau ikut gabung komunitasnya caranya bagaimana kak?
josef:
Terima kasih Kendrick, sesuai tujuan komunitas ini, kita semua ingin membangun konektivitas dan berkolaborasi...
Saya sangat beruntung mengikuti kelas ini dan terlebih lagi beruntung karena sekelas dengan Pak Josef. Terima kasih banyak Pak telah menjadi teladan bagi kami semua
Terima kasih sama2 bu Nuniek, semangat belajarmu penuh disiplin, dengan rajin membuat rekap setiap hari di FB mu membuat kita semua merasa dibantu dalam proses belajar. Terima kasih juma sudah berkenan mengunjungi blog dan membuat komen ini. Keep in touch. Salam