Humility vs EGO

Posted on October 29th, 2021

“Many people believe that once they have a particular talent, they have everything they need. But this is not true; you need to constantly evaluate your ability because this creates room for improvement.” (Ryan Holiday)

 

YAKIN KAMI BISA. Dan keyakinan itu atas dasar nilai kebersamaan team yang sudah dibangun lama, saling percaya dan saling membantu. Karena itu, saat dilontarkan ide, bagaimana kalau kita menerbitkan sebuah buku, yang menghadirkan berbagai pengalaman masing-masing, langsung disambut dengan YA. Tapi masing-masing harus nulis sendiri, tak ada ghost writer? Tak masalah. Dalam sebulan tulisan harus siap, antara 10-20 halaman? Siapa takut! Tidak semua mempunyai pengalaman menulis artikel dimaksud. Tapi motivasi, dorongan yang diciptakan oleh team membuat anggota team lainnya merasa seakan inilah saatnya membuktikan pada diri sendiri bahwa kita bisa menulis. 17 orang akhirnya menerima tantangan ini. Dan dalam kurun waktu yang disepakati, artikel selesai ditulis dan diedit.

Menekan Ego dalam Team

Peristiwa diatas sebetulnya menggambarkan bagaimana team ini secara tanpa sadar berusaha mengesampingkan Ego demi sukses proyek tersebut. Merujuk pada buku karangan Ryan Holiday, Ego Is the Enemy, kita diajak untuk memahami diri kita dan kesempatan untuk berkembang:

Ego adalah musuh saat kita mempunyai aspirasi untuk menjadi pribadi lebih baik yang diinginkan, karena mempunyai tujuan, panggilan hidup, memulai sesuatu yang baru, atau rencana melaksanakan sesuatu. Tapi kita tidak bisa sekedar mempunyai aspirasi tanpa pertama-tama percaya bahwa kita punya kemampuan untuk mencapai tujuan. Dan kepercayaan pada diri sendiri tidak tergantung pada pencapaian atau sukses.

It depends on how self-contained, self-motivated, and principled you are. Many people believe that once they have a particular talent, they have everything they need. But this is not true; you need to constantly evaluate your ability because this creates room for improvement.

Pagi-pagi seorang sahabat penulis buku ini mengirim pesan di WA:

Tadi malam saya dikirimi edited version tulisan saya. Barusan saya baca. I am very satisfied with it. Thanks so much Team Editor. Jadi semangat ingin menulis lagi

Langsung ditanggapi sahabat team editor:

Selamat pagi semuanya, terima kasih untuk encouraging message hari ini, This is a great teamwork from all of us … our motto is “swallow our ego” thanks again. Dan diapun menampilkan sampul depan buku karangan Ryan Holiday tersebut di atas.

Saya akhirnya memutuskan untuk mengangkat obrolan dan isi buku Ryan untuk menulis artikel ini di blog.

Kami Menyadari dan Kami Belajar

Melangkah bersama selama lebih dari 20 tahun, kami semua di group HRDF (Human Resources Director Forum) menyadari bahwa kami tidak tahu semua hal. Atau persisnya, yang masing-masing kita ketahui, hanya sebagian kecil dari ilmu pengetahuan dan pengalaman yang hadir di semesta ini. Ini akan mendorong kita untuk membuka diri untuk terus belajar dari siapa saja yang kita temui setiap hari, untuk apa? To be Better Everyday. Dibandingkan dengan siapa? Dibandingkan dengan diri kita masing-masing di hari kemarin, dan besok hendaknya lebih baik dibandingkan dengan hari ini, karena kita terus belajar.

Menyadari hal tersebut diatas, membuat diri kita mensyukuri apa yang sudah diterima melalui kebersamaan ini, sambil terus menekan EGO. Masing-masing kita punya kelebihan yang tidak dimiliki yang lain, karena itu kita selalu berkesempatan untuk saling belajar satu sama yang lain. Saya kutip kata Ryan Holiday:

By being humble, you can overcome the assumption that you know it all. Until you realize that you do not know everything, you will be unable to learn. And the day you stop learning is the day you die. When you constantly remind yourself that you are not the best person in the world, you’ll be able to manage your ego.

 

Ryan juga memberikan tips lain untuk menekan EGO, yaitu dengan mengajarkan, berbagi dengan  orang lain. Dalam usaha menulis buku bersama, ada sahabat yang sudah pengalaman dan menerbitkan lima buku, terus menerus memberikan tips tentang cara menulis, dan tips2 memotivasi agar yang lainnya mulai menulis walau belum berpengalaman. Mengapa mengajar dan berbagi bisa menekan EGO, karena saat mau mengajar atau berbagi, kita menggali berbagai sumber referensi. Ini akan memacu kita untuk terus belajar agar bisa menjadi pendamping atau tutor yang andal, atau sumber inspirasi.

Sincere Compliment

Selagi mempersiapkan tulisan ini, sahabat lainnya membagi melalui WA, isi buku yang dibacanya: “Simple Abundance – A daybook of comfort and Joy” oleh Sarah Ban Breathnach. Dia membuka di halaman 19 Oktober dan menemukuan tulisan dengan judul Compliments. Diapun menambahkan komentar: Wah cocok juga nih dengan isi group kita yang selalu menebar aura positif dan selalu memperkuat semangat untuk (belajar) menulis. Terimakasih, Thank You, Matur Nuwun.

Jadi saran dari penulisnya adalah supaya kita lebih receptive saat menerima komplimen anggap saja seakan ada malaikat yang menghembuskan spirit of appreciation … tersenyumlah dan jawablah dengan ‘Thank You’, ‘Terimakasih’, ‘how nice of you to notice’ dll.

“A sincere compliment can penetrate beneath even the most sophisticated masks to sooth troubled souls”. Kata sang penulis. Oleh karenanya, marilah kita bangun kebiasaan untuk memberikan komplimen … setidaknya, sekali sehari untuk siapa saja, termasuk kepada diri kita sendiri. Dijamin, kita akan merasakan kebahagiaan, apa lagi kalau hal itu sudah melekat menjadi habit kita.

 

Humility dan Self Control

Pernyataan Ryan lainnya yang menarik adalah: You’re only as strong as your humility and self-control

Perjalanan hidup dan karier kita tidak lepas dari sentuhan tangan banyak orang. Mereka juga yang mengajarkan kita, melalui interaksi dengan mereka, tentang kerendahan hati serta berusaha untuk menekan EGO. Karena itu, sangat beralasan untuk kita berterima kasih kepada orang tua, anggota keluarga, atasan, rekan kerja, teman-teman, guru, trainer dan lain-lain. Bahkan orang-orang yang kontribusinya nampak kecilpun layak mendapat ucapan terima kasih dari kita. Misalnya yang menyediakan kopi atau yang membersihkan ruang kerja kita di kantor, sopir, asisten rumah tangga, dan lain-lain.

Saya juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Ryan, penulis buku ini, juga teman2 yang telah mengangkat topik ini di obrolan WA pagi itu, sehingga membuahkan tulisan ini. Di bagian akhir buku itu penulis memberikan tips pamungkas untuk membantu kita sukses, seperti kutipan di bawah ini.

“Your life is the sum of all the decisions you make. By deciding that ego is the enemy, you’re making the right choice. You’re choosing humility, knowledge, and self-control, and these are fundamental to your journey to success.” (Ryan Holiday)

Bookmark and Share

6 Responses to Humility vs EGO

  1. Mudji says:

    Terima kasih atas sharing pagi ini Pak JOS.

    Apa yg dikatakan Ryan Holiday dalam bukunya benar² menjadikan reminder utk saya pribadi utk menjadi pribadi yg lebih baik. Aamiin

    Namun bukan maksud juga membuat ge-er Pak JOS, tapi bertahun² mengenal Bpk, semua yg ada di buku beliau “sudah” ter-refleksikan pada pribadi Pak JOS.

    Pertanyaannya : bagaimana caranya Bpk bisa selalu “be humble, cool & calm, even in the worst situation” ?

    Krn juga belum tentu penulis buku mampu merefleksikan semua yg ditulisnya dalam kehidupan sehari²nya..#peace…he..he..he..

    • josef josef says:

      Terima kasih Mudji untuk kata2 menyemangati. Pertama tama harus menyadari bahwa itu diperlukan; kedua berlatih terus menerus. Untuk menekan EGO, perlu banyak berbagi, apa saja, termasuk non materi. Berbagi senyum tiap hari, berbagi ucapan terima kasih dengan tulus setiap hari, berbagi perhatian dengan mendengarkan secara tulus. Semua ini akan menekan EGO, membuat kita semakin menyadari bahwa saya hadir untuk melayani. Saya sendiri juga masih terus belajar dan melatih diri. Salam

  2. Agnes Keraf says:

    Selamat malam Besa. Hal penting dan tidak mudah…. adalah menekan Ego. Bersikap rendah hati menjadi hasil dari usaha menekan Ego. Ini perjuangan tiada henti. Terima kasih mengingatkan. Tetap semangat berbagi berkat…

    • josef josef says:

      Terima kasih Ina, setuju ini merupakan perjuangan tiada henti, dan membutuhkan komitmen setiap kita untuk menjalankannya, sambil juga mengajak orang sekitar kita untuk melakukan yang sama. Salam

  3. Santi Sumiyati says:

    Selamat sore Pak Josef, tulisan Bapak mengajarkan saya untuk selalu melihat diri sebagai gelas yang kosong bukan gelas yg penuh, sehingga harus mau terbuka untuk diisi dan ditambah. Dan yang luar biasa dari tulisan bapak ini adalah pentingnya kerendahan hati dan self control sebagai kunci peningkatan kualitas diri. Terima kasih Pak Josef atas pencerahannya.

    • josef josef says:

      Terima kasih Santi, analogi gelas kosong sangat pas utk mengingatkan diri akan kebutuhan mengisinya secara rutin. Salam sehat selalu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Connect with Facebook

Kisah Rp 10.000,00 yang Mengubah Hidupku

Recent Comments

josef:
Terima kasih Reinaldo. Saran sederhana sudah dicantumkan dalam komenmu: leader yang mau paham situasi, minta...

Vicario Reinaldo:
Terima kasih untuk sharingnya Pak Josef. Resonate sekali dengan saya yang sering membantu para...

josef:
Terima kasih catatannya mas Anton, setuju harus pandai membawa diri, dalam membangun trust dan respect dari...

Antonius:
Dear Pak Josef, Leader yang datang ke lingkungan baru jika tidak pandai-pandai membawa diri dengan suasana...

josef:
Terima kasih untuk ucapan selamatnya Rosita. Apakah sudah pesan buku ke 5? Kalau belum bisa gunakan link ini,...


Recent Post

  • Memasuki Lingkungan Baru
  • Menyikapi Teknologi Secara Bijak
  • Sejuta Senyum PEACE HR Society
  • Saling Menyemangati
  • Generosity of Spirit
  • Ciptakan Pengalaman Bermakna
  • Apa Yang Engkau Cari?
  • Asyiknya Belajar Bersama
  • Komitmen Perusahaan akan Peran Ibu
  • WFH – Working From the Heart