HADIR UTUH untuk Keluarga Tercinta

Posted on December 15th, 2017

“Each day is a different one, each day brings a miracle of its own. It’s just a matter of paying attention to this miracle.” (Paulo Coelho)

LAMAN Facebooknya terpampang jelas: “Kata para ahli di buku yang saya baca, orang udah bisa jadi leader kalau udah ‘beres’ sama diri sendiri. Kalau definisi ‘beres dengan diri sendiri’ itu menjadi terlalu abstrak, menurut saya bisa dimulai dengan: bisa mengurus diri sendiri dulu. Mandiri.”

Nampak sepintas, postingan biasa, namun dikemudian hari baru disadari, ini merupakan deklarasi kepada publik bahwa yang punya akun sedang mempersiapkan diri untuk mandiri, mampu memimpin diri sendiri, sebelum mengambil alih tugas dalam misi memimpin anak-anaknya, setelah kejadian sebulan kemudian.

Saya ingin menghadirkan seutuhnya kisah seorang sahabat, Julia Napitupulu, (tentu dengan ijinnya), yang harus mulai HADIR UTUH mendampingi anak-anaknya. Foto berikut, pertemuan kami setelah Julia (tengah) membagi kisah inspiratif berikut ini.

05-12-17_HADIR UTUH untuk Keluarga Tercinta

KAU POHON

Kawan-kawan, sejak dulu saya benci sama kebaya hitam.

Berkali-kali ibu saya menyarankan sampai setengah memaksa agar saya menjahitkan kebaya hitam. “Perempuan Batak itu perlu ada kebaya hitam, minimal satu. Jadi kalau ada kedukaan, kita bisa hadir dengan menunjukkan respek.”

Tapi saya selalu menghindar. Tiga helai bahan kebaya hitam teronggok saja bertahun-tahun di lemari pakaian paling atas.

Waktu berjalan. Tik tok tik tok. Beberapa sanak keluarga meninggal.

Ayah saya meninggal. Saya tetap malas menjahitkan kebaya hitam, dan terus heboh pinjam sana pinjam sini.

Waktu terus menua. Tik tok tik tok. Ibu saya meninggal. Saya masih tidak kapok juga.  Masih saja  menghindari menjahitkan kebaya hitam.

Waktu bagai pencuri. Akhirnya suami saya, ayah dari anak-anakku, meninggal. Rupanya inilah. Inilah puncak ketakukan saya. Kenyataan yang selama ini membuat saya gemetar gentar bahkan hanya karena membayangkannya saja.

Rasanya jika ada ibu saya saat ini saya ingin berkata kepadanya: “Ma, aku sekarang sudah berani menjahitkan kebaya hitam. Yang paling kutakutkan sudah terjadi. Langsung aku jahit tiga deh.”

Oya, nama lengkap laki-laki terkasih saya itu adalah Gonti Marganda Mauliate Situmeang. Nama panggilannya: Gonti. Ijinkan saya dalam tulisan ini sesekali menyebut namanya. Anggap saja kita tidak sedang menceritakan suami saya, tapi sosok manusia yang bernama Gonti.

Kawan-kawan, jika kita sedang memasuki kedukaan yang terdalam, kita seperti sedang berjalan di tempat tergelap yang countur-nya berkelok-kelok. Sebuah tempat yang tidak mungkin diceritakan. Kita tidak bisa mem-feel-nya hanya dengan mengklik foto-foto di search engine google. Anda harus mengalaminya sendiri, baru paham. Di sekeliling kita seperti ada selimut tebal yang berat sekali, terbentang memanjang, memisahkan antara kita dan dunia sekitar. Semua gelak tawa, suara orang berbicara, bunyi musik, kejadian sekitar, seperti blur, jauhhh, dan berwarna sama: abu-abu. Kadang-kadang menghitam pekat. Ketika sedang menghitam, saya sampai harus berteriak menahan sakit karena seperti ada bor yang menusuk ke dada saya: “Oh Tuhan! Tolong aku!”

Tapi kita harus punya keyakinan bahwa selimut ini makin lama akan semakin tipis. Selimut ini mungkin akan ada terus, menyatu ke kulit kita, tapi akan menjadi tipis, setipis selaput.  Pertanyaan kita adalah, kapan jadi tipisnya Tuhan? Jawaban yang saya peroleh adalah: sabar, nanti, di depan sana, pokoknya Kita jalan bareng terus. Sepanjang waktu, saya berjalan terus meniti selimut ini, bersama dan di dalam Tuhan. Meskipun terkadang saya berhenti dan mundur sedikit, tapi saya berusaha mengikuti track Nya. Saya menerjemahkan sikap mental ‘berjalan terus’ ini salah satunya dengan bercerita. Saya percaya bahwa hidup ini bukan berjalan di atas rel waktu, tapi di atas cerita-cerita. Seperti bunyi quote yang pernah saya baca: “Tell me the facts and I’ll learn. Tell me the truth and I’ll believe. But tell me a story and it will live in heart forever.” Jadi sekarang ini, anggap saja kita sedang ngopi bareng dan mendengarkan saya bercerita yaa..

Jadi begitulah. Tiga bulan pasca berpulangnya Gonti, suami saya, saya khusuk mengingat dan menuliskan cerita-cerita kami. Cerita yang mengajarkan saya tentang nilai hidup, cerita di mana Tuhan menyelipkan pribadiNya dalam kehidupan saya, cerita yang membentuk saya dan anak-anak sebagai sebuah keluarga. Saya sedang belajar dan belajar terus, dari segudang peninggalan nilai hidup yang dia wariskan untuk saya.  Jika kisah nyata ini bisa menginspirasi saya, saya berdoa semoga cerita-cerita yang sama juga bisa menginspirasi Kawan-Kawan semua.

AHLI URUSAN HADIR

Kurang dari sebulan sebelum suami saya berpulang, putri kami Gabriella (Abel) lulus SD. Di event itu, Abel dipercaya untuk bermain keyboard mengiringi paduan suara teman-temannya. Saat itu suami saya sedang kurang sehat. Lalu saya kirim foto Abel bersama sebuah pesan: “Putrimu Abel dipercaya bermain keyboard. Semoga kamu bisa sehat dan hadir besok ya.”

Jawaban suami saya langsung masuk. Tegas dan bahagia: “Luar biasa putri kita. Aku pasti hadir, Ma. Aku tidak akan melewatkan momen-momen seperti ini.”

Abel terharu ketika belakangan saya tunjukkan chat singkat ini. “Ma, pernah juga waktu itu Papa temenin Adek pelayanan bareng PSAE ke gereja pondok indah. Padahal waktu itu Papa juga lagi ga enak badan. Papa selalu all out ya..”

Begitu juga saat Willy sedang sekolah bola. Papanya yang rutin mengantar Willy sekolah bola 2x seminggu. Suatu sore kami sedang masuk ke dalam kenangan, lalu Willy mengenang Hero-nya: “Ma, tau ga sih..Papa itu kalau lagi nganter Abang SSB (Sekolah Sepak Bola) ga sambil gadgetan, dia liatin Abang terus dari jauh..jadi Papa ga pernah kelewatan pas Abang nge-gol-in, gocek lawan. Dan pas Abang keluar dari lapangan, Papa pasti selalu sudah siap dengan sebotol air putih.”

Dalam urusan pendampingan, kadang anak kami berkata, ‘Udahlah Pa, Ma, ga usah anterin, kasihan Papa/Mama capek’, tapi kenyataannya mereka tetap lebih bahagia ketika kita hadir dan memberikan dukungan.

Sebetulnya apa yang luar biasa dari KEHADIRAN ini? Mengapa kita merasa begitu luar biasa ketika ada seseorang yang utuh hadir bagi kita?

Saya menemukan jawabannya. Saat seseorang hadir bagi kita, meski hanya 10 menit, saat itu ia tidak hanya sekedar berbagi perhatian, tapi ia memberi 10 menit hidupnya utuh bagi kita. Ia bahagia, sedih, dan terpesona untuk kita, ia menjadikan kita fokus atensinya, karena ia mencintai dan memandang kita berharga. Perasaan apalagi yang paling penting selain merasa dicintai dan dihargai?

RENDAH HATI & LEMBUT

Biasanya kita menjaga citra diri kita dengan seksama di luar rumah. Benar tidak? Saya juga begitu. Hehe…. Karena akan gawat sekali kalau kita sampai bersikap emosional di tempat kerja. Klien bisa kabur semua dan reputasi kita bisa hancur.

Tapi saya mengenal Gonti sebagai sosok yang rendah hati dan lembut dari rumah. Saat tidak ada klien yang melihat, di rumah dia konsisten bersikap rendah hati dan lembut. Saya mengingat momen ketika Gonti mendampingi saya bekerja. Saya seorang trainer soft skills dan memfasilitasi pelatihan untuk para pegawai di perusahaan-perusahaan. Ketika saya sedang melatih partisipan, hampir selalu saya lihat dia menulis di belakang, mencatat apa yang saya latihkan. Lalu dia mengembangkannya sendiri dan menerapkannya bagi klien-kliennya sendiri. Tidakkah ini sikap pemimpin yang rendah hati untuk terus belajar? Saya belajar sesuatu yang berharga saat dia sedang belajar sesuatu dari saya.

Cerita lain. Dalam perjalanan pulang di mobil, saya bertanya kepada Willy: “Nak, sikap apa dari Papa yang paling kamu rindukan? Mama ingin belajar.”

Willy: “Papa selalu lembut, Ma. Bahkan saat Abang sedang ada salah.”

Saya baru saja hendak merespon Willy, lalu Willy seperti seakan bisa membaca benak saya, meneguhkan lagi: “Lembut ya Ma, bukan lembek. Bukan berarti Abang jadi gampang-gampang minta sesuatu.”

Lembut, bukan lembek. Sebuah karakter yang disimpulkan oleh seorang anak kelas SMP 2, dengan begitu spontan. Jika ia tidak diperlakukan dengan begitu konsisten, tidak mungkin kesimpulan yang jernih ini terujar dari bibirnya.

MELEKAT & MENGANDALKAN TUHAN

Kawan-kawan pasti tahu lagu ini kan: ‘Saya mau ikut Yesus….Saya mau ikut Yesus…sampai selama-lamanya…. ‘

Dua minggu sebelum Gonti berpulang, ia dan putri kami Abel, lamat-lamat dalam gelap menyanyikan lagu itu berdua saja, sambil menangis dalam kedekatan mereka kepada Tuhan. Di akhir momen ini, Abel mendapat pesan yang jernih sekali dari Papanya: “Nak, Papa bahagia dengar kamu bernyanyi. Bernyanyi terus bagi Tuhan ya Nak..” Cerita ini sungguh terekam di jiwa Abel, dan beberapa waktu setelah Papanya dipanggil, dengan berani ia berjalan ke panggung sekolah, menyanyikan lagu-lagu penyembahan, mengajak teman-temannya bernyanyi.

Setelah tiga bulan mencatat semua cerita yang ditinggalkan Gonti untuk saya, saya sampai kepada pemahaman ini: Gonti ingin menyerahkan saya dan anak-anak kepada Tuhan. Ia ingin saya betul-betul mengandalkan Tuhan, dan membawa anak-anak juga lekat kepada Tuhan. Ia menyampaikan pesan ini bukan dengan kata-kata namun dari kebiasaannya selama 14 tahun kami hidup berumah tangga. Setiap hari, sebelum sapaannya yang pertama kepada kami, Gonti selalu menjumpai Tuhan dulu lebih dulu. Waktu mesra dia bersama Tuhan adalah waktu yang paling sunyi, pukul 03.30. Konsisten, tidak pernah absen. Bahkan di malam sebelum hari mengerikan itu tiba, Gonti mengumpulkan kami di kamar untuk bersaat teduh bersama. Pesannya seperti yang biasa ia tunjukkan: lakukan semuanya seperti kau melakukan bagi Tuhan. Beri yang terbaik.

Saya terharu, bahkan sampai di detik terakhir hidupnya, Tuhan mengijinkan Gonti untuk memberitakan FirmanNya dengan tema yang sama: Beri yang Terbaik untuk Tuhan. Seolah-olah jika hidupnya bisa dirangkum dalam satu frase bunyinya mungkin akan begini: “Aku mengawali dan mengakhiri waktuku bersama dan di dalam Tuhan.”

Saya bayangkan, jika saja pesan-pesan peninggalannya ini bisa bersuara, pasti pesan inilah yang paling kuat bunyinya, agar sepeninggal dia, saya dan anak-anak semakin melekat dan mengandalkan Tuhan saja.

Saat ini saya bercermin dan bertanya: “Pesan terkuat apa yang ingin saya tinggalkan untuk orang-orang terdekat saya?” Saya belum punya pesan yang sejelas pesan-pesan Gonti.

ANTI BERSUNGUT-SUNGUT

Belum lama saya merenung di depan buku harian saya untuk menuliskan hal apa yang tidak pernah Gonti lakukan seumur saya mengenal dia. Jawabannya saya temukan dengan cepat: bersungut-sungut. Ya. Dia tidak pernah bersungut-sungut, seberat apa pun tantangan hidup yang ia jalani. Saat saya sedang down, saya selalu menghadirkan rekaman wajahnya yang tak pernah kalah oleh harapan. Seolah-olah hanya tubuhnya saja yang di bumi, tapi kepalanya, mind-nya selalu di atas awan. Semangatnya tak pernah patah. Saya menuliskan penemuan ini setelah saya mengelus-elus meja kerjanya yang selalu teratur dan sistematis. Lalu ada catatan pribadinya yang ia tuliskan setelah ia berkali-kali mengalami kegagalan. Judul tulisannya: Tuhan Tegur Gonti.

Bagi seorang murid seperti saya, yang sekarang sedang belajar sambil nangis-nangis, jujur, hal inilah yang tersulit. Tapi saya akan belajar dan meneruskan sikap ini kepada anak-anak kami. Jangan salahkan dunia ketika kita gagal, jangan bersungut-sungut atau mengeluh, tapi merapatlah kepada Tuhan dan tanya Dia, apa yang perlu kuperbaiki Tuhan?

Susah kan…??? Hahaha….

CINTA YANG TERBAIK

Saya tidak tahu dengan siapa Kawan-Kawan membaca tulisan saya ini. Saya berharap dengan orang-orang terkasih Anda. Saya mau sampaikan satu hal. Yang terberat dalam hidup ini bukanlah kematian itu sendiri. Tapi perpisahan akibat kematiannya.  Orang di sebelah Anda saat ini, yang kadang kita tidak sadar bahwa merekalah yang selalu berbagi hidupnya dengan kita, bisa habis waktunya kapan saja. Kita tidak bisa berpikir: “Ohh..ga mungkinlah istriku diambil…kan anak-anak kami masih kecil-kecil… “ atau “Oh, pasti dari kami yg diambil aku dulu deh, kan aku yang selama ini ada penyakit, suamiku yang selalu merawatku.” NO. NO. NO.

Bukan begitu cara kehidupan bekerja. Kehidupan akan melakukan apapun yang sudah ditetapkan, meskipun kita dalam kondisi tidak siap. Anda bisa mengantisipasi mobil Anda agar selalu ada bahan bakar, jadual meeting Anda, jam belanja ke pasar. Tapi untuk hal-hal besar dalam hidup ini, Anda tidak bisa siap. Siapnya itu nanti, sambil jalan. Kita hanya perlu berserah, dan terus melangkah.

Jadi apa yang mesti kita lakukan..?  Satu hal. Pastikan, setiap waktu, setiap detik, setiap momen, Anda hadir untuk memberikan yang terbaik Anda kepada orang-orang terkasih. Suatu hari, waktu akan mencuri kebersamaan Anda. Ciptakan cerita-cerita yang menjadi rel hidup bagi orang-orang terkasih kita, agar mereka punya bekal cukup untuk berjalan hingga garis finish.

Saya bersyukur, saya punya guru yang luar biasa, yang mengajarkan kepada saya mengenai apa sesungguhnya yang terpenting dalam hidup ini. Bukan kekayaan, bukan kesuksesan, atau bahkan bukan kesehatan, karena tidak semua bisa kita raih meski kita usahakan. Tapi ini: hubungan yang penuh kasih, penuh hormat, utuh hadir di setiap waktu.

Terakhir, saya ingin membagikan sebuah catatan yang saya torehkan dua bulan setelah suami saya berpulang. Saya persembahkan pula untuk semua Ayah dan Ibu yang juga menjadi Ayah:

KAU POHON

Sayangku, aku baru paham mengapa seorang laki-laki harus bertumbuh menjadi sebatang pohon.

Kau yang teduh, tenang, mengusap lelahku dan anak-anak. Aku aman seketika.

Kau yang teguh, mengakar kuat, karena doa-doa yang menyiram malammu yang tak beribu

Kau yang setia berharap pada langit, menyapa Dia sebelum embun pagi. Wajah yang tak pernah kalah oleh harapan.

Kau yang sabar bertumbuh, belajar melampaui musim, hingga aku mengangkat kepalaku,  mendongak menghormatimu.

Dan buah-buahmu, sepasang biji mata kita,  yang memancarkan lembutmu, maafmu, sabarmu, relamu.

Sayangku, setelah sekian belas tahun kita berkenalan, bolehkah aku memanggilmu: My Tree?

BSD, 17 Oktober 2017

Dalam Kasih Tuhan,

  • *Julia Situmeang br Napitupulu
  • *William ‘Willy’ Situmeang
  • *Gabriella ‘Abel’ Situmeang

Kisah ini sengaja kami bagikan, sebagai bagian dari dukungan kepada Julia yang ingin membagi kisah diatas kepada lebih banyak orang, semoga bermanfaat.

“Mindfulness is simply being aware of what is happening right now without wishing it were different.” (James Baraz)

Bookmark and Share

16 Responses to HADIR UTUH untuk Keluarga Tercinta

  1. Swita says:

    Terima kasih untuk share ceritanya pak. Menyentuh sekali sekaligus sebagai bahan refleksi bagi saya pribadi bahwa jika kita ada sampai hari ini semua hanya karena kasih karunia Tuhan.org2 yg dihadirkan Tuhan ada di sekeliling kita itu adalah anugerah terindah yg amat patut di syukuri.berhenti mengeluh krn hidup kita adalah pemberian Tuhan yg sempurna.Di tunggu cerita2 selanjutnya pak.Gbu

    • josef josef says:

      Terima kasih Swita untuk komennya. Saya setuju, banyak karunia Tuhan yang hadir setiap hari dihadapan kita, tapi berlalu begitu saja tanpa kita peduli dan mensyukuri. Seperti yang swita lihat, saya juga menerima cerita teman2 yang ingin dibagi via blog ini. Salam

      • Julia Napitupulu says:

        Halo Mba Swita, salam kenal ya..sy bersyukur kisah kami menyentuh Mba Swita. Sy jg bersyukur sekali Pak Jos bersedia mempostnya dan menyusunnya dg rapi dan cantik. Betul Mba, orang-orang di sekitar kita adalah kado terindah. Mari hadir sehadir2nya. GBU.

  2. Ratih says:

    Terima kasih Pak Josef dan Bu Julia atas cerita yg sangat bermanfaat.. Sebuah contoh nyata sikap yg baik, bahwa cinta terhadap Tuhan tidak hanya diwujudkan dengan rajin beribadah kepada Tuhan, tetapi diwujudkan juga dengan menumbuhkan cinta dan menjaga hubungan di dalam keluarga, di ligkungan sekitar dan antar manusia.

    • josef josef says:

      Terima kasih sama2 Ratih, ini sekaligus mengingatkan kita semua dalam membangun hubungan antar anggota keluarga, tapi juga dengan masyarakat yang lebih luas. Salam

  3. Alfons Satya (SUDARA) says:

    Luar biasa. Tidak mudah n terkadang kita br sadar stlh hilang. Salam u ito Julia Situmeang br Napitupulu. Semoga kenangan akn almarhum membuat dia semakin kuat dlm membesarkan anak2. GBU

    • josef josef says:

      Terima kasih Alfons, ini merupakan salah satu bentuk usaha mengenang suaminya Julia, dengan membagi kisah hidup ini. Biar Julia yang respond setelah membaca komen ini. Salam

      • Julia Napitupulu says:

        Halo Ito Alfons Satya, salam kenal ya. BEtul Ito, sy tidak punya pilihan lain, selain merayakan warisan Alm setiap hari dalam kedekatan sy, anak-anak kpd Tuhan. Salam utk keluarga ya Ito. GBU

  4. Julia Napitupulu says:

    Dear seluruh Pembaca Kau Pohon..terima kasih untuk telah berbagi waktu yg berharga membaca hidup saya. Semoga membawa perasaan bahagia, damai dan bersyukur ya.

    Saat ini sy masih setengah ‘nyepi’, belum bisa terlalu aktif di medsos..banyak PR2 pribadi yg harus sy gumuli dalam hening. Jadi mohon maaf kalau respon2 sy selanjutnya agak berjeda ya.

    Special thanks untuk Pak Josef Bataona, yg sudah dengan hati berkenan meluangkan waktu, energi, dsbnya untuk mem-posting cerita hidup sy. Pak Jos…terus terang ini awal pertama sy berani komen lagi di medsos sejak Alm berpulang. Terima kasih Pak…Bapaklah yg sdh jadi Pohon sejak dulu. Salam hormat dan salam kasih.

    GBU ALL.

  5. Benny says:

    Terima kasih Pak Josef dan juga Bu Julia yang sudah berbagi kisah yg sangat menyentuh dan menginspirasi kami para ayah…untuk menjadi teladan keluarga.

    • josef josef says:

      Terima kasih sama2 Benny, kreditnya untuk Julia yang empunya cerita. Bila ini menginspirasi, bagilah kisah ini buat para sahabat lain yang membutuhkan. Salam

  6. Anggrita Utomo says:

    Very inspiring. Julia selain content nya sangat menginspirasi… aku suka gaya bahasamu. Rasanya bolehbjg dicoba untuk menulis buku spt pak Josef. Sukses unt anda…

    • josef josef says:

      Terima kasih Tita, saya rasa pesan Tita tentang gaya bahasanya Julia dan terus menulis sudah saya sampaikan juga. Mudah2an bakat Julia untuk menulis bisa memberikan manfaat bagi banyak orang.

Leave a Reply to josef Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Connect with Facebook

Kisah Rp 10.000,00 yang Mengubah Hidupku

Recent Comments

josef:
Terima kasih Reinaldo. Saran sederhana sudah dicantumkan dalam komenmu: leader yang mau paham situasi, minta...

Vicario Reinaldo:
Terima kasih untuk sharingnya Pak Josef. Resonate sekali dengan saya yang sering membantu para...

josef:
Terima kasih catatannya mas Anton, setuju harus pandai membawa diri, dalam membangun trust dan respect dari...

Antonius:
Dear Pak Josef, Leader yang datang ke lingkungan baru jika tidak pandai-pandai membawa diri dengan suasana...

josef:
Terima kasih untuk ucapan selamatnya Rosita. Apakah sudah pesan buku ke 5? Kalau belum bisa gunakan link ini,...


Recent Post

  • Memasuki Lingkungan Baru
  • Menyikapi Teknologi Secara Bijak
  • Sejuta Senyum PEACE HR Society
  • Saling Menyemangati
  • Generosity of Spirit
  • Ciptakan Pengalaman Bermakna
  • Apa Yang Engkau Cari?
  • Asyiknya Belajar Bersama
  • Komitmen Perusahaan akan Peran Ibu
  • WFH – Working From the Heart