Posted on August 24th, 2018
“By three methods we may learn wisdom: first, by reflection, which is noblest; second, by imitation, which is easiest; and third, by experience, which is the most bitter.” (Confucius)
OBROLAN SANTAI sambil menikmati kopi. Topiknya ringan seputar pengelolaan Sumber Daya Manusia dalam keseharian. Saling berbagi pengalaman, diselingi pertanyaan untuk mendapatkan tanggapan dari lawan bicara. Tanpa disangka, kitapun mengangkat tema “refleksi.”
Masing-masing berkisah tentang praktek refleksi yang dilakukan, bagaimana praktek itu ditularkan juga kepada tim atau orang lain yang ingin belajar. Saya sendiri mengungkapkan saran sederhana yang selalu saya minta dari tim untuk setiap hari meluangkan beberapa menit sebelum tidur untuk menyimak perjalanan sepanjang hari.
Kemudian menuliskan di buku catatan 3-5 butir hal positif sesuai pertanyaan yang dialami, atau yang dikerjakan yang membuat kita bangga. Termasuk di dalamnya bila menemukan hal yang dipelajari untuk menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Ini sebagai langkah untuk sampai ke pertanyaan reflektif yang lebih dalam: “Bagaimana saya bisa memberikan manfaat lebih banyak kepada yang lain, baik di keluarga, lingkungan professional atau masyarakat sekitar kita?”
Analogi yang Pas
Beranjak dari tempat duduk kami untuk bubaran, tidak lupa kami sepakat untuk foto bersama. Dan salah satu spot foto yang bagus adalah di area dalam setelah entrance. Sepintas teringat bahwa kami juga pernah membuat foto di situ. Tapi yang unik adalah cara mengambil foto hari itu serta penjelasan dari Pak Ngurah Ciptadi, HR Director Hotel Raffles.
Dia mengatur posisi berdiri kami sedemikian rupa sehingga lukisan di dinding belakang harus nampak menyatu dengan refleksi yang ada di kaca di sisi kiri dan kanan ruangan. Saya pun berujar spontan, inilah REFLEKSI yang kita bahas tadi:
Itulah sedikit penjelasan saya tentang makna refleksi dari momen tersebut. Tapi apa hubungannya dengan self reflection yang kami bicarakan?
Lima Langkah Self Reflection
Walau saran tersebut diatas seringkali saya ajukan, tapi apakah yang mau menjalankannya masih bergairah dan telah melakukannya secara tepat? Dalam tautan blog berikut ini, http://www.myrkothum.com/self-reflection-how-to-do-it-right/, Myrko Thum memberi makna self-reflection sebagai:
“Self-Reflection is the way to remove inner road-blocks, to first become aware of the things that really holding me back and then tackle them by finding a solution.”
Selanjutnya dia menawarkan 5 (lima) langkah dalam pelaksanaannya:
Agar maksimal hasilnya, carilah momen, situasi dan lingkungan yang tenang dan nyaman mendukung, tanpa gangguan di sekitarnya. Juga singkirkan hal-hal yang mengganggu dalam pikiran kita.
Penulis menyarankan untuk mengawalinya dengan pertanyaan yang sedang bergolak dalam pikirnnya, pertanyaan yang akhir-akhir ini muncul mengganggu, di mana saya belum puas dan ingin melakukan perubahan.
Dengan demikian pertanyaan yang diajukan hendaknya tepat. Umumnya dimulai dengan: “How can I …”. Umumnya pertanyaan yang diawali dengan “Why …” kurang efektif, karena bisa terjebak dalam memberikan pembenaran apa yang sudah ada. How-Question akan lebih “solution-oriented and therefore usually much more empowering.”
Contoh pertanyaan:
Bisa terlihat di sini, The How-Questions nampak lebih berorientasi pada tindak lanjut demi mendapatkan solusi .
Pertanyaan dengan “Why?” bisa digunakan untuk menemukan alasan, tapi harus dilanjutkan dengan pertanyaan HOW. Contoh:
“Why do I have so less time for the things that really matter to me?”
Setelah mendapatkan jawaban, lalu dilanjutkan dengan: “Knowing this, how can I make more time now for the things that really matter to me?”
Harus jujur pada diri sendiri. Singkirkan sementara label atau atribut yang dilekatkan orang lain pada dirimu. Pertanyaan ini diajukan kepada diri sendiri, tentang diri sendiri, gali dan temukan jawaban yang paling dalam, walau terkadang jawabannya menakutkan atau kurang menyenangkan.
Tapi satu hal yang sangat penting dicatat: “Nothing will get better, until you tell yourself the truth. Nothing can really change. You can delude yourself for a while, but life finds always a way to show to you if you are off course. The power lies within telling yourself the truth and then act from there.”
Analisa situasi dengan membuat catatan dan cari solusi. Inilah sesungguhnya ide membuat refleksi:
Getting to the core of the matter and by that getting an “Aha-Moment”.
Proses ini bisa membantu memberikan insight baru yang belum nampak sebelumnya, sehingga bisa memberikan perspektif yang lebih baik sehubungan dengan topik. Dengan demikian terbuka peluang untuk menemukan solusi.
Sering proses ini melalui beberapa tahap, karena muncul pertanyaan-pertanyaan berikutnya lagi untuk mendalami. Sarannya: Tetap fokus pada pertanyaan pertama, yang lainnya hanya membantu pendalaman. Dan proses ini belum selesai kalau belum menemukan solusi yang memuaskanmu, setidaknya untuk sementara sesuai situasi saat ini.
Bila sudah menemukan jawaban atas pertanyaan awal, maka saatnya untuk merancang perubahan positif. Menyadarinya saja sudah memberikan dampak positif: mungkin Anda harus stop melakukan hal tertentu (stop doing), memulai lakukan sesuatu yang baru (start doing), atau meningkatkan apa yang sudah dikerjakan (doing more of).
Yang menarik dan menyenangkan adalah Anda membuat konklusi sendiri dan mengambil keputusan berdasarkan insight yang ditemukan sendiri. Karena itu, komitmen melaksanakan akan terasa lebih menggairahkan.
Pertanyaan Reflektif
Bukan pula sebuah kebetulan, bahwa sehari sesudahnya, saya berbagi di komunitas HR Perhotelan, HHRMA. Selain berbagi tentang pentingnya “Listening bagi Seorang Leader” kami juga belajar dari berbagai pertanyaan dan tanggapan peserta. Berikut foto bersama peserta sharing session.
Pertanyaan-pertanyaan bagus yang diajukan merupakan bagian dari mencari insight baru dari luar untuk implementasi hal tertentu. Saya kutip tiga di antaranya:
Pertanyaan pertama seputar disiplin menjalankan program seperti olahraga dan menulis. Kebanyakan dari kita memang melihat situasi hari ini, karena itu sayapun mengulang cerita tentang bagaimana saya berjuang untuk menemukan waktu yang pas untuk berolahraga. Sore setelah kantor saya coba, pada jam istirahat siang saya jajagi, pagi hari sebelum bekerja juga saya jalani. Semuanya dilakukan berkali-kali sampai saya tiba pada kesimpulan bahwa:
Tantangan berikutnya adalah, bersediakah saya bangun jam 04:00 sehingga bisa punya waktu cukup untuk berolah raga sebelum bekerja jam 08:00? Ini merupakan perjuangan berikutnya. Tapi akhirnya bisa diatasi karena ini merupakan waktu yang sepenuhnya di bawah kendali saya. Dan manfaat berolahraga rutin kemudian menjadi dorongan yang sangat kuat untuk menyingkirkan berbagai kendala.
Yang tidak kalah pentingnya adalah saya membawa kebiasaan olah raga ini ke level di mana saya ingin menginspirasi lebih banyak orang lagi untuk melaksanakannya. Karena itu saya sendiri harus bisa menjadi role model. Ini memberikan motivasi tambahan lagi untuk rutin berolahraga.
Semua paparan di atas adalah sebuah saran. Jawaban yang saya berikan di sesi tersebut adalah hasil refleksi pribadi dan sudah berkomitmen menjalankannya. Selanjutnya, jawaban sesungguhnya atas pertanyaan tersebut di atas dan lainnya adalah kalau kita membawanya kedalam refleksi pribadi untuk menemukan jawaban yang paling sesuai untuk ditindak lanjuti. Semoga bermanfaat.
“A day is not always bright, and nights are not always dark. All that matters is what’s inside, because day and night are a reflection of you.” (Avantika)
josef:
Terima kasih pa Panjaitan, telah berkunjung dan menyimak tulisan ini. Masih banyak lagi tulisan di blog ini...
Pan panjaitan:
Saya senang baca blog Bapak
josef:
Terima kasih sama-sama pa Lay Nehemya. Saya senang membersamai rekan-rekan HR yang mau belajar seperti timmu....
Lay Nehemya:
Terima kasih pak Joseph sudah menjadi inspirasi buat kami. Tim kami sangat berkesan dengan sharing...
josef:
Terima kasih Tromol. Persahabatan perlu terus dirawat, walau kita berjauhan. Pertemuan pendek bertiga saat itu...
welcome back Pak…
terima kasih untuk sharingnya…
Terima kasih Lia, keep in touch